Eksplorasi.id – Mayoritas semua negara besar penghasil minyak diseluruh dunia, baik yang tergabung di dalam OPEC maupun non-OPEC, tidak kuasa menahan terus anjloknya harga minyak global.
Berdasarkan riset Eksplorasi.id, harga minyak mentah dunia per hari ini, Jumat (17/4) untuk jenis Brent Crude Oil berada di level USD 28,5 per barel. Posisi itu naik 0,27 poin atau 0,96 persen dibandingkan kondisi Kamis (16/4) yang USD 27,35 per barel.
Sementara untuk jenis WTI Crude Oil ada di kisaran USD 20,04 per barel, naik 0,17 poin atau 0,86 persen dari harga kemarin yang di level USD 19,77 per barel.
Di satu sisi, dampak dari anjloknya harga minyak mentah global tersebut, sejak Maret 2020 memaksa mayoritas negara tersebut menurunkan harga jual BBM-nya diseluruh SPBU yang ada.
Wakil Ketua Komisi VI Gde Sumarjaya Linggih pada Kamis (16/4), melalui video conference di Jakarta dengan manajemen PT Pertamina (Persero) mengatakan, pihaknya meminta kepada perseroan untuk mengevaluasi harga BBM secepatnya.
“Ini melihat kondisi daya beli masyarakat di tengah pandemi wabah Corona Covid-19 dan dengan mempertimbangkan berbagai variabel,” kata anggota dewan dari Fraksi Partai Golongan Karya, ini.
Anggota Komisi VI DPR Primus Yustisio menambahkan, harga minyak di Malaysia dan Amerika Serikat (AS) jauh lebih murah. “Pertamax di Malaysia dan di Amerika Serikat itu harganya per rupiah itu sudah Rp 2.500 per liter.”
Legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu menambahkan, harga acuan yang ditetapkan Pertamina dalam Rencana Kerja Perusahaan (RKP) sudah tidak valid untuk diterapkan saat ini.
“Kalau Ibu Nicke (dirut Pertamina, red) mengikuti update harga minyak itu per hari ini USD 27 per barel. Harga yang ibu berikan dengan harga di BBM itu harganya itu masih saat di USD 70 per barel,” jelas dia.
Namun, Dirut Pertamina Nicke Widyawati berdalih bahwa selama ini pihaknya mengikuti formula penyusunan harga minyak yang didesain oleh Kementerian ESDM. Sehingga, penetapan harga BBM secara berkala diputuskan oleh pemerintah.
“Jadi kami setiap bulan mengikuti formula peraturan ESDM, ketetapan harga diberikan pemerintah hari ini belum ada perubahan. Kalau soal harga itu ada di Kementerian ESDM,” elak dia.
‘Belajar’ ke Pertamina
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman berkomentar, Indonesia yang diwakili Pertamina sangat anomali dibandingkan negara lain di dunia.
“Hanya kita yang yang mampu bertahan menjual harga BBM tidak turun satu rupiah pun. Semua produsen minyak di dunia seharusnya belajar ke Pertamina bagaimana rumusnya harga BBM tidak turun,” sindir dia kepada Eksplorasi.id melalui pesan WhatsApp Messenger, Jumat (17/4).
Yusri menjelaskan, secara logika sangat sederhana menentukan harga dasarbBBM, yakni dibuat saja berdasarkan rata-rata publikasi MOPS dua bulan sebelumnya dan rata-rata nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) dua bulan sebelumnya.
Mid Oil Platts Singapore (MOPS) adalah patokan harga BBM yang dikeluarkan setiap hari oleh sebuah lembaga khusus di Singapura
Menurut Yusri, selama ini perhitungan harga dasar menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan periode tanggal 25 sampai dengan tanggal 24 bulan sebelumnya.
“Contohnya, seharusnya perhitungan harga BBM pada awal April berdasarkan rata-rata publikasi MOPS/Argus mulai tanggal 25 Febuari sampai 24 Maret 2020,” jelas dia.
Namun anehnya, terjadi perubahan mendadak yang ‘diatur’ melalui regulasi. Perubahan itu tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM No 62.K/12/MEM/2020 pada halaman 7 butir 1.
“Anehnya, aturan itu dibuat mendadak pada 27 Febuari 2020. Padahal, aturan itu bertentangan dengan Peraturan Menteri ESDM No 39/2014 , terutama pasal 2 ayat 2,” ungkap Yusri.
Jadi, imbuh dia, pola yang dipakai adalah penentuan harga BBM pada awal April 2020, adalah rata-rata publikasi MOPS mulai 25 Januari sampai 24 Maret 2020.
“Tentu sangat berbeda hasilnya harga dasar BBM berdasarkan publikasi MOPS atau Argus apakah satu bulan atau dua bulan sebelumnya,” tegas dia.
Yusri berkomentar, jadi Pertamina Cs ‘sukses’ tidak menurunkan harga BBM sampai saat ini, meskipun hal tersebut menggunakan cara cara yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan.
Penjelasan dia, langkah Pertamina tersebut ternyata juga diikuti produsen lainnya yang beroperasi di Indonesia, seperti Shell, Total, dan BP.
Sebagai gambaran, di bawah ini adalah harga BBM nonsubsidi yang berlaku di Indonesia:
Pertamina
• Pertalite Rp 7.650
• Pertamax Rp 9.000
• Pertamax Turbo Rp 9.850
• Dexlite Rp 9.500
• Pertamina Dex Rp 10.200
Shell
• Shell Regular Rp 9.075
• Shell Super Rp 9.125
• Shell V-Power Rp 9.650
• Shell Diesel Rp 9.850
Total
• Performance 90 Rp 9.075
• Performance 92 Rp 9.125
• Performance 95 Rp 9.650
• Performance Diesel Rp 10.150
British Petroleum (BP)
• BP 90 Rp 9.075
• BP 92 Rp 9.125
• BP 95 Rp 9.650
• BP Diesel Rp 9.525
Yusri dengan nada kesal kembali berkomentar, Pertamina cukup ‘lobi’ ke Kementerian KESDM untuk mengubah sedikit saja kalimat yang satu bulan menjadi dua bulan sebelumnya, maka selesai semua masalahnya.
“Sehingga, Nicke Widyawati dengan enteng bisa bilang ke Komisi VI DPR pihaknyan bahwa selalu ikut aturan yang dikeluarkan Kementerian ESDM,” sindir dia.
Lalu, lanjut Yusri, Nicke bisa bilang lagi bahwa soal penetapan harga BBM merupakan kewenangan menteri ESDM. Padahal kewenangan penetapan harga BBM subsidi tertentu (solar dan minyak tanah) dan penugasan khusus (Premium) merupakan wewenang pemerintah (menteri Keuangan dan menteri ESDM).
Sedangkan untuk penentuan harga BBM umum merupakan wewenang badan usaha yaitu Pertamina, Shell, BP, AKR, Total, Vivo dan Petronas, hanya diwajibkan melaporkan kepada menteri ESDM melalui dirjen Migas
“Kecuali dalam hal terdapat ketidaksesuaian penerapan harga jual harga eceran di SPBU atau di SPBU nelayan, maka menteri yang menetapkan harga BBM sesuai pasal 4 ayat 7 Permen ESDM No 34/2018 yang merupakan perubahan Permen ESDM No 39/2014,” ucap Yusri.
Kembali dengan komentar pedasnya Yusri mengatakan, rakyat Indonesia selamat menikmati harga BBM yang mahal. Sebab pemerintah telah abai menerapkan aturan yang benar dan berpihak bagi kepentingan rakyat banyak.
“Kesan yang saya baca, sebenarnya ada yang mau menyelamatkan Pertamina yang ternyata tetap tidak bisa efisien dalam menjalankan proses bisnisnya,” kata Yusri.
Reporter : Sam