Pengamat ekonomi Faisal Basri meminta pemerintah kembali ke skenario awal pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN energi, yakni PT PGN Tbk mengakuisisi anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertagas.
“Kalau yang dituju adalah Pertamina pada tahap selanjutnya menggabungkan atau melebur Pertagas dan PGN menjadi perusahaan baru berstatus swasta murni, mengapa tidak menempuh opsi awal saja, yaitu PGN mengambil alih Pertagas,” kata dia, seperti dilansir dari laman www.faisalbasri.com, Jumat (19/8).
Dalam tulisannya berjudul Manuver Berbahaya Menteri BUMN, mantan ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu mengatakan, berawal dari keprihatinan Presiden atas harga gas dalam negeri yang relatif mahal, terutama untuk industri, Presiden memerintahkan agar Pertagas diambil alih PGN.
Berbulan-bulan belum menampakkan perkembangan berarti, lanjutnya, Presiden kembali mengingatkan untuk mempercepat pengambilalihannya. Lalu, kedua belah pihak yakni Pertamina dan PGN sempat melakukan perundingan.
Sampai awal November 2015, tambahnya, skema PGN mengakuisisi Pertagas masih hidup dan tercantum dalam Roadmap Sektor Energi Kementerian BUMN sesuai bahan presentasi Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin H Abdullah pada 5 November 2015. “Namun, tiba-tiba Kementerian BUMN memunculkan skema induk BUMN energi yang tak lama kemudian berubah menjadi induk BUMN migas,” tulis dia.
Faisal mengatakan, ada baiknya Presiden tidak segera menandatangani peraturan pemerintah (PP) tentang holding energi, sebab konsepnya belum matang. Menurut dia, pembentukan holding” jangan terkesan sebatas aksi korporasi penambahan modal BUMN induk atau bisa berutang lebih banyak.
“Mengelola BUMN tidak semestinya melulu dengan pendekatan korporasi. Ingat, kehadiran BUMN mengemban misi khusus. Pendiri republik ini dengan jernih mengamanatkan pembentukan PGN dalam PP Nomor 19 Tahun 1965 dan PP Nomor 37 Tahun 1994,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, sebaiknya pemerintah mendorong Pertamina lebih fokus di hulu dengan menggalakkan ekplorasi, eksploitasi, dan pemilikan ladang minyak dengan cadangan besar di luar negeri yang bisa memasok kebutuhan kilang di dalam negeri.
Sementara, PGN bisa lebih kokoh di hilir sebagai perusahaan utilitas yang memasok gas untuk rumah tangga, industri, dan bisnis. “Dengan skenario itu agaknya bauran energi (energy mix) akan menjadi lebih progresif,” kata Faisal.
Reporter : Ponco Sulaksono
Caption : Faisal Basri/ Istimewa