Eksplorasi.id – Sejak UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) diberlakukan di negeri ini, peran PT Pertamina (Persero) di sektor hulu dan hilir migas ‘dikebiri’, dan digantikan oleh SKK Migas (dahulu BP Migas) dan BPH Migas.
Adanya revisi UU Migas akan menjadi ‘pertaruhan’ apakah Pertamina akan tetap ‘dikebiri’ atau dikembalikan fungsinya menangani seluruh sektor migas di Tanah Air.
Seharusnya Pertamina diperjuangkan agar memiliki kedaulatan dan kuasa pertambangan di sektor migas nasional. Hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, karena di banyak negara pun lebih dari 75 persen cadangan migas dunia dikuasai oleh BUMN/ NOC (National Oil Company).
Dibandingkan dengan perusahaan migas tetangga sebelah saja, seperti Petroleum Nasional Berhard (Petronas), Pertamina bisa dikatakan sangat jauh tertinggal. Perlu diketahui, Petronas adalah perusahaan migas nasional Malaysia yang didirikan pada 17 Agustus 1974. Seluruh saham perusahaan dimiliki oleh pemerintah Malaysia.
Widjajono Partowidagdo dalam bukunya yang berjudul Migas dan Energi di Indonesia; Permasalahan dan Analisis Kebijakan menulis, Petronas total menangani seluruh sumber daya migas di Malaysia, dan bertanggungjawab untuk pengembangan dan penambahan nilai sumber daya tersebut.
Mantan wakil menteri ESDM (19 Oktober 2011 – 21 April 2012) tersebut pada halaman 115 di bukunya menulis bahwa Petronas ditetapkan secara integrated sebagai entitas bisnis bidang migas dalam spektrum yang luas bisnis minyak, baik sektor hulu maupun hilir.
Pada halaman 120, Widjajono pun menulis, Petronas mengelola kontraktor melalui production sharing contract (PSC). “Petronas mengelola rekan-rekan PSC dan berlaku sebagai penghubung kepada pemerintah,” tulis dia.
Ada 10 poin yang ditulis dalam buku Widjajono terkait ‘tugas’ dari Petronas. Pertama, memberikan nasihat kepada pemerintah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perminyakan.
Kedua, menarik investor asing di sektor perminyakan. Ketiga, merumuskan kebijakan, perencanaan strategi dalam pengelolaan sumber daya migas nasional. Keempat, mempromosikan penambahan cadangan, teknologi yang hemat dan manajemen kualitas sumber daya migas.
Kelima, melakukan hubungan jangka panjang dalam eksplorasi sumber daya melalui pembentukan PSC. Keenam, menjamin pengembalian/ penghargaan yang adil pada investor yang berhasil berdasarkan kelayakan prospek/ tingkat risiko.
Ketujuh, mengizinkan pengembalian recovery eksplorasi dan pengembangan apabila berhasil. Kedelapan, mendorong investasi berkelanjutan untuk mempertahankan produksi dari lapangan-lapangan yang ditemukan dan menemukan cadangan baru.
Kesembilan, memberlakukan pendekatan kemitraan dalam berhubungan dengan investor-investor asing. Kesepuluh, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung untuk memfasilitasi aktivitas bisnis.
Penjelasan Widjajono di bukunya, terutama halaman 113, disebutkan bahwa krisis minyak pada 1973 membuat pemerintah Malaysia menyadari pentingnya pengelolaan sumbe daya alamnya sendiri.
“Dengan menggunakan perangkat hukum, melalui UU, Malaysia mendirikan Petronas pada 1974. Petronas didirikan dengan tujuan untuk menjamin sumber daya migas nasional dikembangkan sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi bangsa,” tulis dia.
Dia menambahkan, Petronas didirikan untuk mengelola eksploitasi sumber daya hidrokarbon di Malaysia. Berdasarkan UU Pengembangan Perminyakan 1974, Petronas ditetapkan mempunyai hak dan kepemilikan khusus terhadap sumber daya migas negara.
“Petronas ditetapkan sebagai pemilik sumber daya migas. Petronas di bawah portofolio perdana menteri. Petronas memiliki hak, kekuasaan, kemerdekaan dan hak istimewa khusus. Petronas juga diberikan hak untuk melakukan proses, pengilangan minyak, dan memproduksikan petrokimia,” tulis Widjajono.
Ke depan, dengan adanya revisi UU Migas, diharapkan Indonesia bisa mencontoh Malaysia dengan memercayakan pengelolaan kekayaan sumber daya migas kepada perusahaan migas negara, bukan kepada badan lain seperti SKK Migas dan BPH Migas.
Reporter : Sam