Eksplorasi.id – Peraturan Menteri Keuangan No 107/2015 (PMK 107/2015) dianggap oleh ISC sebagai penyebab utama mahalnya harga minyak mentah dari dalam negeri ketimbang minyak mentah impor.
Namun, klaim Integrated Supply Chain (ISC) tersebut kemudian mendapat sejumlah bantahan.
Sumber Eksplorasi.id mengungkapkan, mahalnya harga minyak mentah nasional bukan karena adanya aturan menteri Keuangan tersebut.
“Konon karena menteri ESDM waktu itu, Sudirman Said, mengubah formula Indonesia Crude Price (ICP menjadi sama dengan Brent,” kata sumber yang enggan disebut namanya tersebut yang kini masih aktif duduk di pemerintahan, Kamis (22/9).
Sumber menjelaskan, akibat adanya perubahan formula tersebut berdampak minyak impor jadi tampak lebih murah dibandingkan minyak produksi dalam negeri.
“Dulu ICP dikaitkan dengan basket price, atau dikenal sebagai coktail price, tidak diikat terhadap satu harga tertentu saja. Ini bertujuan agar membuat harga minyak nasional jadi ‘lebih murah’ dan dengan demikian alokasi subsidi BBM juga lebih sedikit,” jelas sumber.
Sumber pun kemudian memberikan tabel soal profil harga minyak mentah acuan PSC Indonesia. Dalam profil tersebut jelas terlihat jika menggunakan acuan Brent, maka harga ICP akan cenderung mengikuti harga Brent. Bahkan, harga jenis Brent tampak lebih mahal dibanding dengan jenis WTI.
Sebelumnya, SVP ISC Daniel Purba mengklaim bahwa (PMK 107/2015 membuat harga minyak mentah dari dalam negeri jadi lebih mahal ketimbang minyak mentah impor.
Baca juga :
Pasalnya, regulasi itu membebankan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 1,5 persen hingga 3 persen kepada kontraktor migas di Indonesia yang menjual minyaknya kepada PT Pertamina (Perser0).
Reporter : Ponco Sulaksono