Eksplorasi.id – Mulai bulan ini, pelanggan PLN harus membayar tarif dasar listrik (TDL) yang lebih mahal ketimbang April. Tren penurunan TDL sejak Desember 2015 berhenti karena berangsur naiknya harga minyak.
Meski demikian, menguatnya nilai tukar rupiah membuat kenaikan tarif bisa ditekan.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun kemarin mengatakan, laju kenaikan harga minyak tidak bisa dibendung. Jika pada Januari dan Februari masih berada di bawah USD 40 per barel, belakangan harga minyak terus naik.
Malah pada akhir April sempat menyentuh USD 45 per barel.
“Penguatan rupiah yang mampu menahan dampak kenaikan harga minyak bumi,” ujarnya.
Menurut catatan PLN, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus menguat. Jika pada Februari per USD setara Rp 13.889, pada Maret, yang menjadi acuan pembentuk TDL Mei, menjadi Rp 13.194.
Benny memang tidak menyebut dengan gamblang TDL jika nilai tukar rupiah ikut jeblok. Dia hanya menyebutkan bahwa Indonesia crude price (ICP) Maret naik USD 5,27 per barel menjadi USD 34,19.
Padahal, rata-rata harga Februari versi PLN USD 28,92 per barel.
Seperti diketahui, untuk menentukan tarif, badan usaha milik negara (BUMN) di bidang listrik itu memang memperhatikan tiga faktor utama tersebut.
Yaitu, perubahan harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, serta inflasi. Acuan yang dipakai PLN untuk bulan berjalan adalah dua bulan sebelumnya.
“Dua belas golongan tarif yang sudah mengikuti mekanisme adjustment terbantu oleh penguatan rupiah,” terangnya.
Karena itulah, tarif listrik Mei untuk tegangan rendah hanya naik Rp 10 per kWh. Jadi, yang harus dibayar pelanggan rumahan Rp 1.353 per kWh.
Yang masuk kategori pelanggan itu adalah rumah tangga dengan tegangan 1.300 VA, 2.200 VA, sampai 6.600 VA ke atas.
Tarif tersebut juga berlaku untuk golongan bisnis bertegangan 6.600 VA sampai 200 kVA serta gedung pemerintahan berdaya 6.600 VA-200 kVA.
Untuk tegangan menengah, kenaikan tarif lebih kecil, yakni Rp 8 per kWh, dari Rp 1.033 menjadi Rp 1.041 per kWh. Golongan di rentang tegangan menengah adalah bisnis dan industri dengan daya lebih dari 200 kVA.
“Kalau tegangan tinggi, naiknya Rp 7 per kWh,” imbuh Benny.
Untuk pelanggan listrik 900 VA tetap menggunakan tarif lama, yaitu Rp 586 per kWh, meski rencana pencabutan subsidi masih dimatangkan.
Eksplorasi | Jawapos | Aditya