Eksplorasi.id – Penasihat senior Presiden Joko Widodo untuk urusan Papua Michael Manufandu memandang, pemilihan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) memiliki kriteria yang tinggi. Sayangnya, ini menjadi penyebab sulitnya menempatkan orang asli Papua memimpin perusahaan tambang ini.
Dijelaskannya, sosok yang tepat untuk menduduki kursi Presdir Freeport sagat sulit karena di dalam perusahaan ini mempekerjakan berbagai macam orang dari berbagai kewarganegaraan dan latar pendidikan beragam. Apalagi, Freeport dikelola dengan teknologi modern.
“Nah, itu memerlukan kemampuan yang tinggi, kemampuan manajerial yang baik, wawasan yang luas dan kemampuan menggerakkan resources yang ada untuk menciptakan produktivitas, serta menciptakan sumber daya baru untuk kemajuan,” ucap Michael, Senin (7/3).
Menurutnya, tuntutan berbagai macam pihak agar orang asli Papua bisa menduduki posisi puncak Freeport tidak mudah dikabulkan. Pasalnya, pertimbangan pengisi posisi itu tergantung pada pertimbangan pemegang saham Freeport di Amerika Serikat, serta pemerintah Indonesia.
Hingga kini PTFI belum memulai proses pemilihan Presdir karena berbagai pertimbangan. “Proses pemilihan itu belum jalan karena sedang dipertimbangkan, dari sisi perusahaan atau pemegang sahamnya maupun pemerintah Indonesia,” ujar Michael.
Sekadar mengingatkan, salah satu perusahaan tambang terbesar Tanah Air ini ditinggal pimpinannya, Maroef Sjamsoeddin Januari lalu. Dia mundur setelah meledaknya kasus Papa Minta Saham yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, di tengah tarik menarik divestasi saham Freeport.
Eksplorasi | Kontan | Yudo