Eksplorasi.id – Komisi VII DPR telah menyiapkan tujuh poin yang akan dibahas dalam revisi UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Namun ironisnya, meski sudah kembali masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) 2017, parlemen masih belum bisa memastikan kapan penuntasan rancangan aturan revisi tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, saat ini draf revisi UU Migas masih terus dibahas. Penjelasan dia, bila pembahasan kelar maka bisa dilanjutkan ke Badan Legislasi (Baleg).
“Sekarang prosesnya baru akan DPR serahkan ke Baleg. Setelah dari Baleg kemudian dilakukan sinkronisasi. Selanjutnya dibentuk panja atau pansus lalu diputuskan melalui paripurna baru berbentuk undang-undang oleh pemerintah,” kata dia, Senin ((20/3).
Berikut ini tujuh poin yang siap masuk pembahasan bersama. Pertama soal tata kelola sektor hulu. Misalnya, berkaitan dengan institusi pelaksana sektor hulu, bentuk, struktur, tugas dan bentuk kewenangan pemegang kuasa pertambangan.
Kedua, terkait bentuk kontrak, misalnya jenis kontrak yang dipakai, jangka waktu kontrak, skema bagi hasil, kedaulatan negara, serta klausul yang dapat memberikan kepastian hukum.
“Saat ini seperti diketahui sudah muncul peraturan menteri (Permen) yang menyatakan harus menggunakan skema gross split. Nanti harus ada penjabaran apakah sebagai opsi atau kewajiban,” jelas Satya.
Ketiga, keistimewaan PT Pertamina (Persero) dan perusahaan domestik dalam mengelola blok migas. Kelak bakal ada satu format yang melancarkan jalan bagi perusahaan nasional mengelola blok migas.
Keempat, keistimewaan bagi pemerintah daerah. Kelima, berkaitan dengan kesehatan, keselamatan kerja dan aspek lingkungan. Keenam, petroleum fund yang sudah memiliki kesepakatan di tingkat komisi VII DPR. Ketujuh, soal kebijakan sektor hilir, harga, privatisasi dan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri.
Reporter : Samsul