Eksplorasi.id – Masuknya perusahaan migas asal Rusia, Rosneft, menjadi calon kuat mitra PT Pertamina (Persero) dalam pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur, membuat persoalan baru.
Pasalnya, kehadiran Rosneft otomatis menggusur calon mitra Pertamina lainnya, seperti Saudi Aramco dari Arab Saudi, Kuwait Petroleum Inc dari Kuwait, Sinopec asal Cina, dan konsorsium Thai Oil Thailand dan PTT GC Thailand.
Meskipun belum ada keputusan akhir, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto telah mengenalkan Chairman of Management Board Rosneft Igor Sechin kepada Menteri ESDM Sudirman Said dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Kami audiensi dengan menteri ESDM, karena Rosneft dalam proses seleksi calon mitra (Pertamina) untuk pengembangan kilang di Indonesia,” kata Dwi, usai pertemuan tersebut di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/4) sore.
Sumber Eksplorasi.id di Pertamina mengungkapkan, masuknya Rosneft menjadi calon kuat investor pembangunan kilang minyak di Tuban bermula Juni 2015.
Kala itu, ungkap sumber, di sela acara St Petersburg International Economic Forum, Dwi Soetjipto dan Igor Sechin meneken nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU).
“MoU itu untuk studi dan kerja sama kedua perusahaan, terutama di sektor hulu pengembangan lapangan migas, baik di Rusia maupun Indonesia. Kerja sama juga mencakup pemasaran dan logistik (penyimpanan, minyak dan produk minyak blending), serta penyulingan minyak di Indonesia,” ujar sumber kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Selasa (10/5).
Selain itu, lanjut sumber, para pihak juga sepakat untuk meninjau kemungkinan kemitraan di bidang produk minyak lainnnya, petrokimia, dan pasokan LPG dan LNG ke Indonesia.
“Namun, masuknya Rosneft kabarnya membuat mantan petinggi Pertamina tidak senang, karena harus menyingkirkan Saudi Aramco,” ungkap sumber.
Bahkan, lanjut sumber, mantan petinggi Pertamina tersebut sempat marah besar. Alasannya, mitra yang dibawa Pertamina adalah perusahaan bermasalah. Bisa jadi apa yang dilontarkan mantan petinggi Pertamina itu ada benarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Eksplorasi.id, pada medio 2014, Rosneft telah masuk ke dalam daftar sanksi sektoral yang dikenakan oleh Departemen Keuangan AS sejak pertengahan Juli 2014.
Perusahaan tersebut dikenai pembatasan untuk mendapatkan kredit dari bank Amerika Serikat. Sejak April 2014, Igor Sechin sudah dilarang masuk AS.
Di satu sisi, ada kemungkinan Rosneft pun akan menghadapi masalah terkait peminjaman uang dari bank Eropa. Meski demikian, sanksi-sanksi ini jelas bukan yang terakhir. Uni Eropa juga telah memberikan sanksi sektoral untuk Rusia dan AS mungkin akan memperberat sanksi.
Perusahaan minyak asal Inggris, BP, merupakan pemilik saham swasta terbesar di Rosneft. BP menjadi pemegang saham Rosneft sejak 2012.
BP menukar kepemilikan 50 persen saham TNK-BP dengan 12,84 persen saham di perusahaan milik pemerintah Rusia tersebut dan USD 17,1 miliar uang tunai.
BP menggunakan USD 5,66 miliar untuk membeli saham Rosneft dan mereka memiliki 19,75 persen saham perusahaan. Presiden BP Bob Dudley dipilih menjadi anggota Dewan Direksi Rosneft pada 2013.
Pada Juni 2013, Rosneft dan perusahaan minyak milik pemerintah Cina, CNPC, meneken kesepakatan senilai USD 270 miliar untuk memasok minyak kepada Cina dalam jangka 25 tahun.
Perjanjian itu dipuji oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai menandai era baru kerja sama energi. Perjanjian tersebut diteken oleh Igor Sechin dan Kepala CNPC Zhou Jiping disaksikan Putin dan Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli.
Di sisi lain, pada 2014, Rosneft sempat melancarkan protes keras atas monopoli pipa oleh Gazprom. Rosneft menuntut open access pipa gas yang dikuasai Gazprom. Rosneft telah meneken kontrak jual beli gas dengan Cina yang sudah harus terkirim pada 2018.
Namun, karena belum ada kepastian pencabutan monopoli pipa oleh Gazprom, kontrak pengiriman gas tersebut dimundurkan menjadi 2020.
Gazprom dan Rosneft adalah dua BUMN migas besar milik Pemerintah Rusia. Gazprom menguasai pipa di seluruh Rusia dan memasok 30 persen gas ke Uni Eropa. Sementara Rosneft ingin menggunakan pipa Gazprom untuk mengirim 38 miliar hingga satu triliun kaki kubik gas ke Cina.
Heri
Comments 2