Eksplorasi.id – Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Sukandar tiba-tiba masuk menjadi salah satu kandidat calon kuat orang nomor satu di PT Pertamina (Persero).
Masuknya nama Sukandar ‘di ujung jalan’ ditengarai karena ada sejumlah pihak yang coba ‘mendompleng’ keinginan Presiden Joko Widodo yang menginginkan ada calon dirut Pertamina dari eksternal perseroan.
Keinginan Presiden Joko Widodo tesebut diungkapkan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno di Jakarta, belum lama ini.
“Sudah dapat namanya. Tapi kalau dari dewan komisaris (Pertamina) semuanya orang dalam. Pak Presiden juga ingin diusulkan dari eksternal. Biar terjadi keseimbangan,” kata dia.
Rini mengatakan, pihaknya sudah mengantongi nama-nama calon dirut Pertamina yang diusulkan oleh dewan komisaris. Namun, nama-nama yang diusulkan tersebut seluruhnya berasal dari internal Pertamina.
Masuknya nama Sukandar konon membuat Menteri Rini ‘gerah’, dan dikabarkan adik dari mantan dirut Pertamina Ari Hernanto Soemarno tersebut tidak setuju ada calon dari eksternal.
Menteri Rini lebih sepakat bila calon dirut Pertamina berasal dari internal Pertamina. Alasannya, faktor kompetensi calon menjadi sangat penting.
Bahkan, beredar kabar pula bila Pertamina dipimpin oleh orang dari eksternal, mayoritas direksi Pertamina saat ini konon juga sudah menyiapkan surat pengunduran diri.
Dilansir dari situs Bloomberg.com, Sukandar menjadi dirut Krakatau Steel sejak 2 April 2015. Semula, dia adalah direktur Keuangan Krakatau Steel sejak 8 November 2007.
Sukandar juga diketahui pernah berkarir menjadi wakil presiden dan corporate head di Citibank NA Cabang Surabaya. Dia juga pernah duduk sebagai managing director PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia.
Dia pun pernah didapuk sebagai direktur di PT Humpuss. Lulusan dari Institut Teknik Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini juga pernah bekerja di PT Caltex Pacific Indonesia.
Sementara, berdasarkan laporan keuangan Krakatau Steel hingga 31 Desember 2016, kinerja perseroan di bawah Sukandar bisa dibilang tidak cukup mumpuni.
Hingga akhir 2016, emiten berkode KRAS hanya memiliki total aset sebesar USD 3,94 miliar atau setara Rp 51,2 triliun (kurs Rp 13.000) dengan total liabilitas (utang yang mesti dibayar) sebesar USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 27,3 triliun.
Liabilitas tersebut terdiri atas jangka pendek USD 1,2 miliar (Rp 15,9 triliun), dan jangka panjang USD 872,5 juta (Rp 11,3 triliun).
Kemudian, sepanjang tahun lalu perseroan hanya mampu meraup laba operasi sebesar USD 4,4 juta (Rp 57 miliar) dengan rugi tahun berjalan mencapai USD 171,7 juta (Rp 2,2 triliun).
Di bawah Sukandar, KRAS hanya ‘sukses’ memeroleh laba dari pelepasan aset tetap sebesar USD 3,7 juta (Rp 48,6 miliar) sepanjang 2016.
Perseroan pun terpaksa juga harus menanggung rugi selisih kurs selama 2016 sebesar USD 17,251 juta (Rp 224,3 miliar). Padahal tahun sebelumnya KRAS mampu menggenggam laba sekitar USD 52,2 juta (Rp 678,4 miliar).
Reporter : HYN