Eksplorasi.id – PT Pertamina International Downstream Services (PIDS), salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero), saat ini belum bisa beroperasi optimal.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Energi (ForMPE) Sarman El Hakim mengatakan, tujuan dibentuknya PIDS untuk menangani bisnis hilir internasional Pertamina.
“Pertamina harus bisa memaksimalkan peran dari PIDS. Ini sesuai visi dari Pertamina untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia. Semua pihak diharapkan mendukung hal tersebut, dan jangan berprasangka buruk,” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Selasa (16/5).
Penjelasan Sarman, PIDS jangan dianggap sebagai penjelmaan baru dari Petral (Pertamina Energy Trading Limited). Pasalnya, bisnis PIDS merupakan murni marketing (pemasaran), dan sama sekali tidak menangani persoalan impor minyak untuk Pertamina.
“Urusan impor minyak Pertamina sudah ditangani oleh ISC (Integrated Supply Chain) pasca-Petral dibubarkan. Sementara PIDS lebih dominan kepada persoalan hilir, misalnya seperti menjadi operator retail di berbagai negara,” jelas dia.
Menurut Sarman, Pertamina di bisnis hilir tidak hanya bisa mengandalkan pasar di dalam negeri saja. Peran hilir Pertamina harus sama kuatnya dengan sektor hulu yang selama ini telah dibuktikan oleh perseroan.
“Publik tahu bahwa Pertamina telah menunjukkan kiprahnya di dunia internasional dengan menggarap blok migas di beberapa negara. Sekarang saatnya sektor hilir di luar negeri juga digarap secara serius,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman juga pernah berkomentar, pembentukan PIDS sejatinya telah mendapat restu dari Kementerian BUMN. “Namun saat ini proses legalnya sudah sampai mana itu yang masih belum jelas,” katanya beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, dirinya memeroleh info jika PIDS sudah beroperasi maka bisa langsung menggarap bisnis bisnis bunker, kemudian dilanjutnya dengan membuka peluang bisnis di Myanmar.
“Info yang saya peroleh, bisnis bunker digarap dengan memanfaatkan fasilitas terminal BBM di Pulau Sambu, Kepulauan Riau yang telah selesai diperbaiki,” jelas dia.
Dia menambahkan, di terminal BBM Pulau Sambu Pertamina membangun terminal automation system serta blending produk solar (high speed diesel/HSD) dan minyak bakar (marine fuel oil/MFO) berstandar internasional. “Kapasitas terminalnya sudah meningkat menjadi 300 ribu kiloliter (kl) dengan dermaga berkapasitas LR 100 ribu DWT,” ujarnya.
Komentar dia, sejumlah fasilitas yang ada di terminal tersebut saat ini sudah selesai diperbaiki. “Kalau itu semua jalan, tinggal dibicarakan komersialisasinya oleh bagian pemasaran Pertamina. Pertamina dapat meraup sebagian pasar bunker yang selama ini dilayani oleh Singapura,” ungkap dia.
Sekedar informasi, diperkirakan potensi bunker di Selat Malaka mencapai 45 juta kl. Jika Pertamina dapat memeroleh 2,5 persen dari pasar bunker di Selat Malaka, maka penjualan yang diperoleh bisa mencapai 2,5 juta kl.
Penilaian Yusri, jika Pertamina bisa mengambil 5-10 persen dari pasar yang ada di Singapura, itu sudah cukup besar. “Dengan investasi untuk upgrading semua fasilitas di Pulau Sambu sekitar Rp 2 triliun, dalam waktu 3-4 tahun bisa balik modal,” katanya.
Pengembalian modal investasi tersebut, lanjut dia, bahkan mungkin bisa lebih cepat. “Pertamina juga bisa menargetkan mengambil secara bertahap sekitar 10 persen pasar di Singapura dalam 2-3 tahun,” jelasnya.
Reporter : HYN