Eksplorasi.id – Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir meminta berbagai pihak untuk tidak membandingkan harga bahan bakar avtur PT Pertamina (Persero) dengan negara lain, karena banyak komponen yang menyebabkan perbedaan harga tersebut.
“Tidak bisa dikomparasikan, karena kondisinya juga berbeda. Dari sisi geografis saja Indonesia jauh lebih sulit karena terdiri atas banyak pulau,” kata Inas di Jakarta, Senin (22/8).
Menurut Inas, Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan wilayah luas, membuat biaya distribusi bahan bakar membengkak. Pengangkutan avtur saat ini memang masih dilakukan melalui jalur laut, yaitu dengan tanker.
Hal ini berbeda dengan negara lain yang mempergunakan pipa sehingga bisa menekan harga. Di berbagai negara , lanjut Inas, pada umumnya sebagian besar wilayah terdiri atas daratan. Termasuk Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat, yang sering dijadikan acuan orang untuk membandingkan harga avtur Pertamina.
Kondisi berbagai negara tersebut, kata Inas, jauh berbeda dengan Indonesia. Di sisi lain, Inas juga meminta semua pihak mengerti jika Pertamina menerapkan harga avtur yang berbeda antara satu bandara dengan bandara lain.
Sebab, dilihat dari biaya tanker saja tentu masing-masing tidak sama. “Jika ingin harga di bandara daerah disamakan dengan bandara di Jakarta, lantas siapa yang menanggung ongkos distribusinya?” ujat Inas.
Anggota Komisi VII DPR lainnya, Hari Purnomo mengatakan, Pertamina menanggung beban dan bahkan bisa jadi merugi di berbagai bandara di luar pulau. Selain biaya distribusi yang sangat tinggi, juga karena omzet di bandara marjinal tersebut sangat kecil.
“Seperti bisnis biasa. Kalau volume penjualan tinggi tentu menguntungkan, kalau volume kecil tentu merugi. Apalagi jika cost-nya tinggi,” kata Hari.
Dalam konteks tersebut, jelas Hari, sudah wajar kalau akhirnya Pertamina melakukan subsidi silang. Yakni, keuntungan yang diperoleh dari bandara Soekarno Hatta yang memang memiliki omzet paling tinggi dipergunakan juga untuk menutup kerugian di berbagai bandara terpencil.
Dalam hal ini, Pertamina membebankan Bandara Soekarno-Hatta untuk menutup biaya yang ditanggung bandara lain. Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim menambahkan, harga Avtur Pertamina sebenarnya lebih murah dibandingkan harga yang terpublikasikan.
Sebab, Avtur diperdagangkan menurut norma bisnis sehingga harga yang di-publikasikan sebagai harga eceran akan berbeda-beda setelah maskapai penerbangan membuat kontrak berlangganan dengan perusahaan minyak. “Perbedaan tersebut bisa sampai 5 persen lebih murah, tergantung besarnya volume dan cara pembayaran,” kata Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, secara umum struktur harga Avtur terdiri atas biaya produksi, biaya distribusi, biaya layanan, dan margin. Khusus biaya distribusi, karena Indonesia adalah negara kepulauan maka saluran distribusinya sudah pasti berbeda dengan Singapura atau Malaysia misalnya.
“Mereka tinggal pasang pipa dari kilang minyak ke bandara. Kalau Indonesia harus diangkut lewat laut dan lewat darat di seluruh wilayah yang sangat luas,” lanjut Ibrahim yang juga ketua umum Ikatan Alumni Akademi Migas (Ilugas), ini.
Reporter : Ponco Sulaksono
Caption : Ilustrasi pengisian avtur di pesawat terbang. | Istimewa