Eksplorasi.id – Pengusaha sektor migas yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) memberi usul pragmatis terkait permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agas harga gas di industri murah.
“Kalau mau menurunkan harga secepat mungkin, buka saja keran impor. Lapangan di Indonesia tidak ada yang memenuhi keekonomian itu. Saya lihat itu langkah cepat tanpa kita harus mengambil langkah drastis,” kata Direktur IPA Sammy Hamzah, dalam sebuah diskusi sektor gas di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (9/10).
Sammy mengatakan, impor gas bukan sesuatu yang diharamkan. Dia mencontohkan, Indonesia sudah menjadi negara importir minyak sejak 13 tahun lalu.
“Kalau impor, kekayaan gas Indonesia tidak hilang, bisa disimpan untuk generasi mendatang. Lebih baik Indonesia mengekspor saja gas dibanding memproduksi gas dari dalam negeri yang harganya mahal,” jelas dia.
Sammy berkomentar, jika selama ini pemerintah telah melakukan impor BBM, maka impor gas semestinya tidak menjadi masalah. “Asal diregulasi. Kalau lapangan di dalam negeri tidak bisa dikembangkan dengan harga sekarang (permintaan presiden),” ujar dia.
Namun Sammy mengingatkan jika keran impor gas dibuka harus ada kontrol yang kuat agar juga tidak menjadi lahan pemburu rente seperti halnya minyak. “Kita sudah mengalami yang namanya mafia impor minyak, jangan sampai ada juga mafia impor gas. Kita harus hati-hati,” katanya.
Di satu sisi, terkait soal pemberian subsidi gas, Sammy mengaku kurang setuju bila ada subsidi gas. Alasannya, hal itu akan menjadi beban negara yang sulit dilepaskan.
“Soal subsidi gas, menghilangkan subsidi bukan hal yang gampang. Jangan sampai kita memberi beban lagi untuk generasi penerus kita. Subsidi tidak menjamin efisiensi,” tegas dia.
Di tempat sama, anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menambahkan, gas dari sejumlah negara di Timur Tengah diketahui memiliki harga yang murah.
“Mungkin setelah diproses menjadi liquified natural gas (LNG) dan dikapalkan harganya masih USD 3,5 per MMBtu saat tiba di Indonesia. Lapangan gas di sana tidak sesulit di Indonesia, biaya produksi gasnya hanya sekitar USD 2 per MMBtu,” jelasnya.
Satya berpendapat, jika keran impor gas dibuka oleh pemerintah, maka harus dilakukan secara hati-hati. “Jangan sampai begitu keran impor dibuka malah mematikan industri hulu migas di dalam negeri,” katanya.
Reporter : Ponco Sulaksono