Eksplorasi.id – Negara mengalami kerugian sebanyak tiga kali ketika menjual minyak bagian negara dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu ke PT Tri Wahana Universal (TWU). Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) kepada Eksplorasi.id, Rabu (8/6).
“Kalau dijual di Floating Storage and Offloading (FSO) Gagak Rimang maka akan didapat harga ICP+alpha, di mana alpha adalah premi yg ditawarkan oleh buyer saat tender penjualan minyak. Dalam hal ini menjadi ICP +USD 2,” kata dia.
Baca juga: http://eksplorasi.id/diduga-terjadi-manipulasi-harga-minyak-arjuna-yang-dibeli-twu/
Namun, lanjut Yusri, jika dijual di plant gate maka negara tidak akan memeroleh alpha tersebut. Bahkan, imbuh dia, dalam kasus ini malah dihargai di bawah ICP, yakni ICP Arjuna –USD 4,76 per barel.
“Jadi negara menjual minyak di bawah ICP, kemudian untuk memenuhi kebutuhan kilang, negara (via Pertamina) membeli minyak lain seharga ICP +USD 2. Selisih harganya maka menjadi USD 2 + USD 4,76 menjadi USD 6,76 per barel. Apakah ini selisih harga ini bukan kerugian negara?” tanya Yusri.
Baca juga: http://eksplorasi.id/ceri-beli-di-bawah-icp-dan-tanpa-tender-kesalahan-twu-kasat-mata/
Kedua, terang Yusri, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) memiiki pipa untuk mengangkut minyak dengan kapasitas full 165 ribu barel per hari ke FSO Gagak Rimang. “Tapi sebagian kapasitas pipa tersebut menjadi idle. Lalu di sisi lain negara seolah menyewa ‘pipa’ lain dengan toll fee seharga USD 4,76 per barel untuk mengangkut minyak tersebut ke pembeli, dalam hal ini TWU. Apakah ini juga bukan kerugian negara?” jelas dia.
Baca juga: http://eksplorasi.id/ingin-beli-minyak-murah-tiru-pola-twu/
Jadi, menurut Yusri, setidaknya dalam kasus ini negara mengalami rugi tiga kali. Pertama, dari kehilangan margin USD 2 per barel. Kedua, negara harus membayar toll fee ‘pipa’ lain sebesar USD 4,76/barel. Ketiga, negara kehilangan kesempatan menggunakan pipanya sendiri.
Heri
Comments 1