Eksplorasi.id – DPR diminta mengawasi kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung), usai Korps Adhyaksa itu menetapkan mantan petinggi PT Pertamina (Persero) sebagai tersangka dalam akuisisi (investasi non rutin) pembelian sebagian aset (interest participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di Lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia.
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar mengatakan, akibat tindakan penyimpangan itu Pertamina mengalami kerugian hingga USD 31.492.851 dan AUD 26.808.244 atau setara dengan Rp 568 miliar.
“Komisi III, VI, dan XI DPR harus mencermati apakah Kejagung dalam menyidik kasus itu berpedoman pada undang-undang keuangan negara,” kata dia di Jakarta, Jumat (6/4).
Kemudian, lanjut dia, sudahkah juga Kejagung mengacu pada undang-undang BPK saat melakukan penyidikan yang di dalamnya termasuk penghitungan ada atau tidak kerugian terhadap keuangan negara.
“Khusus kepada Komisi XI DPR ada baiknya menelisik audit BPK terhitung sejak 2010 terkait proyek investasi tersebut. Ini penting sebab kami prediksi kasus ini bisa menimbulkan polemik dari sisi audit keuangan negara,” ujar mantan anggota Komisi III DPR, ini.
Junisab menambahkan, idealnya Komisi III DPR lebih meningkatkan kemampuan dalam rangka mengawasi kinerja Kejagung.
Sebab publik sudah beberapa kali mengetahui mereka mudah mengumumkan tersangka namun kemudian terbukti tidak berkelanjutan.
“Agar tidak terjadi preseden buruk yang bisa menghantui kalangan BUMN, Komisi VI DPR perlu lebih memberi perhatian khusus,” jelas dia.
Sebab, lanjut dia, pola investasi seperti itu bukan hal yang umum dilakukan. Namun kemudian Kejagung menilai hal itu dengan menggunakan ukuran yang umum.
Penegasan Junisab, jika DPR gagal dalam melakukan pengawasan terkait kasus tersebut, maka bukan tidak mungkin di tahun politik ini akan menimbulkan kekisruhan antarinstansi.
“DPR harus menjadi wasit yang tegas agar jangan sampai terjadi hegemoni satu institusi terhadap institusi lainnya,” ucap dia.
Seperti diketahui, baru-baru ini Kejagung mengumumkan secara resmi bahwa pada 2009 ditemukan ada dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi di Pertamina.
BUMN migas itu melakukan kegiatan akuisisi berdasar Agreement for Sale and Purchase–BMG Project pada 27 Mei 2009 senilai USD 31.917.228
Penyimpangan akuisisi tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan pedoman investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya feasibility study (kajian kelayakan) berupa kajian secara lengkap (akhir) atau final due dilligence dan tanpa ada persetujuan dari Dewan Komisaris.
Dugaan itu disebut Kejagung, berdasarkan perhitungan akuntan publik, mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah USD 31.492.851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah AUD 26.808.244 tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada Pertamina.
Manfaat atau keuntungan itu dikaitkan Kejagung dalam kerangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.
Sejumlah mantan petinggi Pertamina yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu adalah Karen Galaila Agustiawan (mantan direktur utama) dan Ferederick Siahaan (mantan direktur keuangan).
Tersangka lainnya adalah, Genades Panjaitan (chief Legal Councel and Compliance) dan mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu Pertamina.
Reporter: HYN
Kalo memang Pertamina committed menjalankan Nilai (budaya) kerjanya : “6 C” untuk mendukung Misi & Visinya, ya Pertamina harus transparant.
Salah satu Nilai budaya yang dijunjungnya adalah : CLEAN yang mengcover Ketelitian,transparan dan akuntabel.
Percuma saja kalo Pertamina selalu teriak2 memuji diri sendiri bhw Pertamina memiliki integritas dalam menjunjung tinggi nilai2 yg mendasar terhadap tata kelola yg baik, padahal skandal korupsi @ bisnis kotor masih berlangsung terus di tubuh Pertamina.
Malu lah sama rakyat diluar sana.
So, janganlah muluk2 memuji diri sendiri
biarlah outsiders @ publik yg akan menilai.
Institusi @ Lembaga penegakan hukum sebagai pembantu Presiden Jokowi, seperti BPK,Bareskrim/Polri, Kejagung & KPK pun mestinya hand in hand, solid & committed (jangan mau disuap) untk memberantas para Pejabat tinggi@ Direksi(BUMN) yg memang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Jika diukur penghasilan & fasilitas yg mereka peroleh, rasa2nya negara telah mencukupi mereka- lebih dari cukup- sesuai dgn jabatan, tugas dan tanggung-jawab yg mrk emban.