Eksplorasi.id – Johannes Budisutrisno Kotjo, pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited kembali mengungkapkan adanya pertemuan antara dirinya dengan Nicke Widyawati, mantan direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) yang kini duduk sebagai dirut PT Pertamina (Persero).
Menurut pria yang disapa Kotjo tersebut, saat dirinya menjadi duduk sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir, mantan dirut PLN, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/7), menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Nicke untuk membahas Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
“Ada pertemuan di Hotel Fairmont bersama dengan saya, Bu Eni, Pak Iwan dan Bu Nicke. Saat itu beliau (Nicke Widyawati) sebagai direktur Perencanaan PLN,” ungkap Kotjo.
Sedangkan Eni dan Iwan yang dimaksud oleh Johannes adalah Eni Maulani Saragih, mantan wakil ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar, dan Supangkat Iwan Santoso yang kala itu duduk sebagai direktur Pengadaan Strategis 2 PLN.
Namun, Kotjo mengaku tidak tahu persis kenapa Nicke Widyawati ikut dalam pertemuan tersebut. “Saat itu terdakwa (Sofyan Basir) tidak ada, karena kalau tidak salah itu makan malam di Fairmont. (Lebih) banyak diskusi dengan Pak Iwan, diskusi soal equity ratio-nya kalau kemahalan bagaimana,” jelas dia.
Kotjo pun menerangkan bahwa dirinya tidak mengetahui jika Nicke Widyawati ikut dalam pertemuan tersebut.
“Waktu itu Bu Nicke ikut kenapa ya? Saya juga tidak begitu ngeh, hanya disampaikan ‘nanti ada Bu Nicke’. Saya tidak ingat kenapa Bu Nicke hadir mungkin karena anggota BOD (board of director), otomatis diperkenalkan dan ada kaitannya dengan pengadaan tapi saya hanya ketemu sekali saja,” ujar dia.
Penjelasan Kotjo, Nicke saat itu menangani perencanaan di PLN. “Sebenarnya kalau perencanaan itu membawahi RUPTL tapi waktu itu pembicaraannya masih sangat general seperti apakah Samantaka Batubara layak mengerjakan itu, masih dibicarakan equity to ratio-nya’,” ucap dia.
Sekedar informasi, kemarin Kotjo menjadi saksi untuk terdakwa Sofyan Basir yang didakwa memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, mantan Sekjend Partai Golkar Idrus Marham, dan Johannes Kotjo.
Pertemuan dilakukan untuk memercepat kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1 dengan imbalan Rp 4,75 miliar untuk Eni dan Idrus.
Berdasarkan dakwaan, disebutkan Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang sudah mengajukan permohonan proyek PLTU MT Riau-1 agar PLN memasukan proyek ke dalam RUPTL PLN sejak 1 Oktober 2016, tapi hingga beberapa bulan tidak ditanggapi PLN.
Kotjo kembali menerangkan, “Pertemuan tidak menyebutkan spesifik RUPTL karena sebenarnya tidak ada masalah, paling waktunya saja yang sedikit masalah.”
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ronald Worotikan lantas mengajukan pertanyaan kepada Kotjo, “Kemauan saudara bagaimana RUPTL-nya?”
Kotjo menjawab pertanyaan jaksa, “Kalau tidak salah info, RUPTL 2016 keluarnya bisa akhir 2016 atau bahkan 2017, jadi terlambat. Seharusnya RUPTL 2016 permulaan atau akhir 2016 sudah keluar kalau teknis tidak ada persoalan.”
Jaksa kembali bertanya, “Tanggapan Bu Nicke apa?”
Kotjo lalu menjawab, “Tanggapannya apa ya? Saya lupa karena gak memperhatikan, tidak ingat.”
Sementara itu, keterangan Eni Saragih yang juga hadir sebagai saksi menyebutkan, pertemuan di Fairmont lebih mendiskusikan soal keinginan Johannes mengenai proyek di PLN.
“Diskusi saja. Pak Kotjo punya hajat mengenai keinginan di PLN, tapi belum pada minta RUPTL-nya karena saya mengatakan RUPTL-nya sudah keluar pada akhir 2016,” kata Eni.
JPU Ronald kembali memertanyakan kebenaran soal pernyataan Kotjo yang ada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 51. Berdasarkan BAP 51 disebutkan Kotjo mengatakan bahwa pertemuan-pertemuan RUPTL pernah dibicarakan dengan Eni dan Nicke, salah satunya di restoran Jepang di hotel Fairmont tapi tidak secara detail.
Semula, berdasarkan keterangan Kotjo di BAP 51, semua untuk proyek PLTU Riau 1 akan masuk melalu proposal yang diajukan oleh Rudi Herlambang, namun hanya sebatas meminta Samantaka.
Kemudian, ada pernyataan Sofyan Basir saat bertemu Kotjo yang menyakinkan dirinya bahwa PLTU MT Riau 1 masuk RUPTL dan penugasannya ke Samantaka, China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC) dan BNR. Sedangkan Eni berperan memastikan (make sure) agar PLTU Riau 1 tidak diambil pihak lain.
“Apakah ini betul?” tanya JPU Ronald.
Kotjo menjawab, “Betul. Saya tidak ingat berapa pertemuan tapi banyak sekali pertemuan dan hampir selalu saya minta Bu Eni untuk ketemu termasuk dengan Pak Iwan dan Bu Nicke karena banyak hal yang harus diputuskan dengan cepat, karena ini proyek pertama setelah perpres tersebut, ada masih banyak hal yang belum pasti padahal bernilai USD 1 miliar.”
Reporter: Sam.