Eksplorasi.id – PT PLN (Persero) diketahui telah meneken pokok-pokok perjanjian (head of agreement/ HoA) dengan dua perusahaan trader asal Singapura, Pavilion Gas Pte Ltd dan Keppel Singmarine Pte Ltd pada 7 September lalu di Singapura.
HoA itu tentang kerja sama dalam penanganan gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) dan proyek infrastruktur LNG skala kecil. Sesuai pasal 4 ayat (1) HoA tersebut, perjanjian pokok itu berlaku selama enam bulan sejak tanggal ditandatangani dan bisa diperpanjang.
Berdasarkan dokumen HoA lengkap yang diterima Eksplorasi.id, HoA itu diteken oleh Amir Rosidin, direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah yang bertindak sebagai direktur Bisnis Regional Sumatera PLN, dengan Group CEO & Executive Pavilion Gas Seah Moon Ming dan Direktur Keppel Singmarine Chris Ong Leng Yeow.
Pasal 2 ayat (1) HoA itu menjelaskan bahwa para pihak akan memulai diskusi mengenai studi kelayakan khususnya untuk wilayah Tanjung Pinang dan Natuna.
Sementara, pasal 2 ayat (1) butir a menjelaskan, PLN dan Pavilion membuat konsep kerangka kerja untuk mengantarkan LNG domestik Indonesia milik PLN ke pembangkit skala kecil di Indonesia Barat melalui terminal Singapore LNG untuk mencapai penghematan logistik. Kemudian, PLN juga akan mempertimbangkan terminal Singapore LNG sebagai terminal LNG yang potensial untuk diterima.
Pasal 2 ayat (1) butir b menyatakan, PLN, Pavilion, dan Keppel bekerja sama dalam mengembangkan infrastruktur LNG skala kecil untuk mengirim LNG skala kecil secara ekonomis ke pembangkit listrik PLN yang berada di dekat terminal Singapore LNG.
Diminta komentarnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir mengatakan, pasal 2 ayat (1) butir a jelas menyebut kalimat ‘mengantarkan LNG domestik Indonesia milik PLN’, namun menjadi pertanyaan adalah apakah saat ini PLN benar punya alokasi LNG.
“Alokasi LNG PLN di Bontang sangat kecil. Pasokan LNG PLN dari mana lagi? Apakah PLN punya sumber LNG lainnya? Bentuk kerja sama PLN, Pavilion dan Keppel sangat aneh,” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Kamis (14/9).
Inas pun mempertanyakan soal apakah benar, baik Keppel maupun Pavilion, bisa menyediakan LNG dengan harga di level USD 3,8 per MMBtu. “Saya sangat yakin Keppel dan Pavilion tidak bisa menyediakan LNG dengan harga USD 3,8 per MMBtu,” tegas dia.
Dia menduga ada peran ‘calo’ dalam proses HoA tersebut. Modusnya dengan ‘memutar’ distribusi penjualan LNG yang notabene sumbernya tetap dari Indonesia, dalam hal ini Bontang.
“Presiden Joko Widodo bisa dikatakan ‘dikadalin’ sama anak buahnya. Siapa anak buah yang berani ngadalin kepala negara, bisa dilakukan penelisikan. Pola bisnis LNG ini sengaja diputar-putar,” tegas dia.
Menurut Inas, Pavilion dan Keppel merupakan bagian dari unit usaha Temasek Holdings (Private) Limited, BUMN milik Singapura.
Ditanya soal apakah akan ada potensi suap dalam kerja sama tersebut, Inas mengatakan bukan tidak mungkin.
“Bentuk suapnya bukan dalam hal uang tunai, tapi bisa jadi diberikan ‘kerjaan’ atau ‘proyek’ oleh Temasek. Nah, aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK mesti benar-benar turut serta mengawasi HoA ini,” ujar dia.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, HoA antara PLN dengan Pavilion dan Keppel secara langsung telah mengabaikan peran BUMN lainnya, seperti PT Pertamina (Persero) maupun PT PGN Tbk (Persero).
“Ini sama saja PLN tidak percaya kepada Pertamina dan PGN dalam menyediakan infrastruktur LNG. PLN lebih percaya kepada perusahaan asing sekelas trader yang tidak memiliki sumber gas. Sungguh ironis,” ujar dia.
Reporter : HYN