Eksplorasi.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyoroti Keuangan PT PLN (Persero).
Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia mengatakan, ada dugaan keuangan perseroan sedang sulit karena besarnya pembayaran pokok dan bunga pinjaman ke depan.
“Kami menilai Direktur Utama PLN Sofyan Basir layak dicopot, sebab gagal mendorong investasi swasta lokal dan terancam tidak mampu memenuhi target 35 ribu megawatt (MW),” kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/9).
Dia menambahkan, Sofyan Basir telah gagal membangun sinergitas dengan swasta lokal.
Bahlil berkomentar, pihaknya sejalan dengan menteri Keuangan. Pasalnya, imbuh dia, kemungkiban menkeu layak khawatir dengan kondisi utang PLN.
Sebab, saat ini utang tersebut tumbuh dengan pesat, sehingga ke depan akan sangat membebani PLN. Saat ini, total beban utang PLN mencapai Rp 420,5 triliun.
Menurut Bahlil, tingginya beban utang dikarenakan perseroan berambisi mendominasi dan membangun sendiri pembangkit listrik di program 35 ribu MW.
Dia menegaskan, selama ini PLN tidak terlalu perduli bermitra dengan pihak swasta, apalagi swasta lokal, meski telah berkali-kali ditegur Presiden Joko Widodo.
“Indikasi rapuhnya keuangan PLN ini disebabkan keserakahannya sendiri. Mereka mau bangun sendiri. Swasta diabaikan. Duitnya dari mana? Terpaksa mereka berutang sana-sini,” ujar dia.
Bahlil menjelaskan, bila perusahaan setrum pelat merah itu berbagi beban investasi dengan pihak swasta, PLN tidak akan bermasalah dengan utang seperti saat ini.
“Nilai investasi di program 35 ribu MW sekitar Rp 1.100 triliun. Arahan bapak presiden, swasta menggarap 80 persen sisanya 20 persen oleh PLN. Atau, dari 35 ribu MW itu PLN garap 10 ribu MW dan 25 ribu MW oleh swasta,” jelas dia.
Faktanya, lanjut dia, PLN diduga bergerak di luar arahan presiden. PLN terus memperbesar utang, membeli sejumlah mobile power plant (MPP) berbahan bakar fosil yang boros dari Turki, serta membangun sendiri sejumlah pembangkit.
“PLN juga membangun sendiri pembangkit-pembangkit berkapasitas kecil di bawah 100 MW yang sebenarnya dapat diserahkan kepada swasta lokal diberbagai daerah, agar keuangannya tetap aman,” ungkap dia.
Tidak hanya itu, imbuh Bahlil, dampak dari monopoli PLN atas investasi pembangkit listrik, target pemerintah 35 ribu MW terancam tidak tercapai.
Menteri ESDM Ignasius Jonan pun kemudian terpaksa memperpanjang program tersebut hingga 2025.
Bahlil menilai, saat ini kemampuan PLN dalam menambah kapasitas listrik hanya sebesar 3.000 MW per tahun.
Padahal, setiap tahunnya, untuk menopang pertumbuhan ekonomi 5-7 persen per tahun, dibutuhkan tambahan listrik baru sekitar 6.000-7000 MW.
“Sebab itu, dengan kinerja PLN seperti saat ini, kami dunia usaha, sangat pesimistis. Disuruh investasi, tapi listrik tidak ada,” tegas dia.
Reporter : Sam