Eksplorasi.id – Kondisi keuangan PT Pertamina (Persero) saat ini mengalami beban yang sangat berat.
Lihat saja laba bersih Pertamina pada semester I-2018 tidak sampai Rp 5 triliun. Jauh dibandingkan dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar Rp 32 triliun.
Direktur Eksekutif Eksplorasi Institute Heriyono Nayottama mengatakan, Pertamina terpaksa harus mengalami tekanan keuangan karena dipaksa terus menerus menanggung beban subsidi BBM, khususnya premium.
“Perbedaan antara harga BBM global dan domestik yang ditanggung pemerintah, dalam bentuk beban subsidi, kemudian dibebankan kepada Pertamina,” kata dia di Jakarta, Kamis (4/5).
Menurut dia, kerugian yang ditanggung Pertamina dinilai akan cukup mengkhawatirkan. Kenaikan harga BBM domestik akan diperlukan jika harga minyak global terus menanjak, jika ingin menyelamatkan keuangan Pertamina.
“Pertamina dalam kondisi SOS (Save Our Souls) alias perlu pertolongan segera. Saat ini produksi Pertamina juga ikut terus turun karena kurangnya pasokan crude (minyak mentah),” jelas dia.
Dia menambahkan, dilarangnya Pertamina melakukan impor crude (minyak mentah) juga bisa mengakibatkan pasar mengalami kekosongan.
“Kesempatan ini lalu diambilalih swasta, karena swasta boleh impor. Kasihan Pertamina. Kinerja Pertamina akan jeblok karena penjualan anjlok,” ujar dia.
Heriyono mengungkapkan, ironisnya pihak swasta tidak diwajibkan untuk bermain di sektor BBM subsidi.
Dia menambahkan, terkait BBM nonsubsidi, seperti solar (high speed diesel/HSD) industri, bahkan pihak swasta tidak dibatasi untuk melalukan impor.
“Selama mereka (swasta) punya bukti beli FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang bersumber dari minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), maka swasta boleh impor. Bukti beli FAME bisa dibuat, terutama bagi perusahaan yang satu grup,” ujar dia.
Penjelasan Heriyono, untuk meminimalisir kerugian, Pertamina harus melakukan sejumlah inovasi. Misalnya, mengembangkan petrochemical dan petromedical.
Heriyono mencontohkan, jika harga pasar per satu kemasan/tabung (tube) merek Vaseline saja Rp 70 ribu, harga pokok produksi (HPP)-nya hanya Rp 8.000.
“Belum lagi produk Love Lubricant. Coba saja dibuat produk pelumasan untuk kaum perempuan yang memiliki kulit kering, berapa untungnya per tube?” ucap dia.
Penegasan Heriyono, dibutuhkan jajaran direksi Pertamina yang memiliki inovasi dan kreasi, serta berani bertindak out the box agar Pertamina bisa keluar dari krisis keuangan.
Reporter: Sam