Eksplorasi.id – Refinery Unit (RU) VI Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh unit kilang yang dimiliki PT Pertamina (Persero). RU VI Balongan bukan tergolong kilang baru, kilang ini sudah beroperasi sejak Agustus 1994 atau sekitar 23 tahun.
Kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah minyak mentah (crude oil) menjadi produk-produk bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar khusus (BBK), non BBM dan Petrokimia.
Keunggulan Kilang Balongan adalah memiliki unit produksi Residu Catalytic Cracking (RCC), Kilang Langit Biru Balongan (KLBB) dan RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP).
Unit RCC merupakan instalasi awal di RU VI Balongan, dengan kapasitas 83 barrel stream per day (bspd), didesain untuk mengolah residu menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi seperti elpiji, propylene, polygasoline (mogas dengan RON 98), naptha (RON 92), light sycle oil (LCO), dan decant oil (DCO).
Pada 2005, dibangun unit kilang KLBB guna memenuhi ketentuan bahan bakar yang ramah lingkungan bebas timbal. KLBB mengolah low octane mogas component (LOMC) dari kilang lain (yang semula harus ditambahkan timbal/TEL untuk memenuhi spesifikasi produk premium) menjadi produk high octane mogas component (HOMC) untuk dikirimkan ke kilang lain sebagai komponen bensin pengganti TEL.
Pada 2013, RU VI Balongan mengoperasikan kilang RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP). Unit ROPP di Kilang Balongan adalah unit penghasil propylene dari recovery off gas di Indonesia.
Setelah kilang ROPP beroperasi, off gas (gas yang tidak bernilai ekonomis dan dibuang) diolah menjadi produk propylene sehingga mengurangi emisi sebesar 84.900 ton CO2 eq per tahun.
Ketiga teknologi tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia yang mampu mengolah residu menjadi produk bernilai jual tinggi diantaranya propylene, gasoline, Pertamina Dex dan Pertamax Plus. Kilang Balongan mampu menghasilkan spesifikasi produk bernilai ekonomi tinggi dan berwawasan lingkungan.
“Intinya di Balongan adalah unit RCC, lainnnya adalah pendukung. Bisnis Balongan ini adalah Unit RCC yang akan mengolah ampas dari residu menjadi produk yang separuhnya adalah HOMC,” kata Lead of Process Engineering RU VI Balongan Sumarno, dilansir dari situs resmi Kementerian ESDM, Jumat (12/5).
Penjelasan dia, dengan teknologi RCC, yang namanya ampas itu bisa diolah lagi menjadi produk yang bernilai tinggi sekali. Mulai dari propylene, LPG, Pertamax, itu hampir separuhnya menjadi produk gasoline dengan nilai oktan tinggi, lebih tinggi dari Pertamax 92.
“Kilang Balongan ini lebih senang dikasih minyak-minyak berat. Minyak berat yang dimaksud adalah minyak mentah (crude oil) dengan nilai berat jenis atau fraksi yang tinggi, untuk residu berat jenisnya bernilai sekitar 0,9. Residu itulah yang nantinya diolah menjadi high valuable product,” jelas dia.
Menurut dia, minyak berat jika dijual sebagai crude oil saja harganya murah, selisih biaya yang dihasilkan dalam satu barel minyak mentah dengan harga jual minyak tersebut tipis.
Melalui teknologi RCC di Kilang Balongan, minyak mentah kategori berat tersebut dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi antara lain gasoline, kerosene, industrial diesel fuel, propylene, decant oil, dan fuel oil.
“Kilang Balongan ini memang bukan yang terbesar yang dimiliki Pertamina tetapi menjadi yang paling modern,” kata General Manager RU VI Balongan Afdal Martha.
Berdasarkan pada teknologi proses dan peralatan kilang saat ini, nilai kompleksitas RU VI Balongan adalah 11,7 mengacu pada perhitungan Nelson Complexity Index atau yang tertinggi diantara keenam kilang minyak milik Pertamina lainnya.
Oleh karenanya, Pertamina RU VI Balongan mempunyai visi untuk menjadikan Kilang Balongan menjadi kilang terunggul di Asia Pasifik pada 2025.
“Visi kami di Pertamina RU VI Balongan ini adalah untuk menjadikan Kilang Balongan menjadi kilang terunggul di Asia Pasifik pada 2025,” ujar Afdal.
Reporter : Sam