Eksplorasi.id – Nasib Blok Rokan ke depannya akan menjadi parameter komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menjaga kedaulatan energi nasional.
Hal itu ditegaskan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (28/7).
“Saat ini produksi minyak dari Blok Rokan rerata sebesar 207.148 barel per hari (bph) dari target SKK Migas 213 ribu bph. Sekitar 26 persen kontribusi minyak nasional diperoleh dari Blok Rokan,” kata dia.
Yusri menegaskan, perusahaan migas asal Amerika Serikat, Chevron, telah menguasai Blok Rokan selama 94 tahun.
“Sudah saatnya Blok Rokan kembali ke negara demi kedaulatan energi nasional. Potensi yang sangat besar ini tidak boleh lepas karena bisa berdampak meningkatnya impor minyak mentah,” ujar dia.
Menurut Yusri, minyak mentah itu diperlukan sebagai pasokan kilang milik PT Pertamina (Persero) yang saat ini kebutuhannya sangat besar dan menyedot devisa negara.
“Perlu diketahui, minyak mentah yang dihasilkan yang merupakan bagian kontraktor asing akan terus diekspor keluar Indonesia,” jelas dia.
Penjelasan dia, Pertamina saat ini sangat sulit memeroleh minyak mentah untuk kebutuhan enam kilang mereka. Belum lagi jika upgrading kilang dalam proyek RDMP bergulir pada akhir 2018.
“Seharusnya Pertamina didorong oleh pemerintah untuk bersedia mengambil dan mengoperasikan Blok Rokan dengan komitmen investasi yang maksimal,” ucap dia.
Tujuannya, lanjut Yusri, untuk meningkatkan produksi minyak Pertamina dan kontribusi bagi negara yang maksimal.
“Bukan sebaliknya pemerintah mendorong Chevron. Ini aneh, untuk kepentingan siapa?” tegas dia.
Yusri menegaskan, Kementerian ESDM di bawah komando Menteri Ignatius Jonan harus segera merevisi Peraturan ESDM No 23/2018 yang memberikan prioritas utama kepada pengelolaan sekarang, contohnya Chevron di Blok Rokan.
“Kebijakan ini langkah mundur pemerintah saat ini terhadap ketahanan energi nasional. Bahkan berbanding terbalik dengan semangat Permen ESDM No 15/2015 yang diteken Sudirman Said yang memprioritaskan kepada Pertamina untuk mengelola wilayah kerja blok migas yang akan berakhir kontraknya, seperti Blok Mahakam dan delapan blok migas lainnya,” katanya.
Yusri mencontohkan, fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa profesional Pertamina berhasil meningkat produksi migas di Blok WMO (West Madura Offshore), ONWJ (Offshore North West Java), Blok Mahakam, dan lainnya.
“Terpenting, Pertamina jangan di intervensi negatif dari elite politik pembisik presiden. Tapi kalau intervesi positif wajib diterima oleh Pertamina,” ujarnya.
Komentar Yusri, Blok Rokan sangat strategis untuk dikuasai oleh Pertamina sebagai BUMN. Tambahan produksi yang disumbangkan bisa mempercepat strategi Pertamina sejajar dengan perusahaan minyak besar di dunia.
“Sebaliknya, apabila tetap dikuasai asing maka diperlukan waktu 50 tahun bagi Pertamina untuk mencapai produksi minyak sebesar Blok Rokan,” jelasnya.
Penilaian Yusri, tidak mudah dan boleh dikatakan sangat sulit saat ini mencari potensi migas seperti Blok Rokan bagi Pertamina di lokasi darat yang mudah dijangkau, ketimbang mencari dengan risiko besar di laut dalam.
“Komitmen Jokowi ingin membesarkan Pertamina sesuai janji kampanyenya pada 2014 saat ini sangat ditunggu oleh rakyat.
Penegasan Yusri, keterangan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di yang menyatakan bahwa kalau Chevron dipercayakan kembali maka mereka akan bisa meningkat produksinya sampai dengan 700 ribu bph ada hal yang mustahil, walaupun dengan teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery).
“Mungkin beliau salah ucap atau media salah kutip. Tetapi kalau benar sangat berbahaya selevel menko bicara begitu dan berpotensi menyesatkan publik,” terang dia.
Reporter: HYN
Comments 1