Eksplorasi.id – Kinerja keuangan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) alias Antam pada semester I/2017 bisa dikatakan terus dalam kondisi memprihatinkan, jika tidak mau dibilang jeblok.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, terhitung hingga 30 Juni 2017, total liabilitas (utang yang mesti dibayar) mencapai Rp 12,37 triliun. Rinciannya, liabilitas jangka pendek Rp 5,47 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp 6,9 triliun. Liabilitas itu naik dibandingkan periode 31 Desember 2016 yang tercatat Rp 11,57 triliun.
Di satu sisi, Antam pada semester I/2017 masih mengalami rugi usaha yang mencapai Rp 230,59 miliar, dengan total rugi periode berjalan sebesar Rp 496,12 miliar.
Perseroan pada periode tersebut hanya sukses meraih penjualan sebesar Rp 3,01 triliun. Namun, perseroan terkena beban pokok penjualan yang mencapai Rp 2,88 triliun, di mana akhirnya hanya bisa meraup laba kotor sekitar Rp 134,7 miliar.
Ironisnya, pada 4 September lalu, seperti dilansir dari situs resmi perseroan, jajaran manajemen Antam dengan bangga mengumumkan bahwa perseroan mencatatkan Earnings Before Interest, Tax and Depreciation (EBITDA) sebesar Rp 361,8 miliar pada semester I/2017 (1H17).
EBITDA itu diklaim tumbuh sebesar 35 persen dibandingkan EBITDA pada periode semester I/2016. Di sisi lain, harga rata-rata nikel tercatat sebesar USD 4,55 per pon. Sementara, harga rata-rata emas pada semester I/2017 tercatat sebesar USD1.272 per oz.
Kinerja EBITDA yang positif, masih dilansir dari situs tersebut, juga dapat diraih meski terdapat penurunan volume penjualan komoditas utama feronikel dan emas.
Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan, kinerja keuangan perseroan pada semester I/2017 merupakan reaksi dari penurunan volume penjualan komoditas feronikel dan emas serta adanya pengaruh volatilitas harga komoditas.
“Kami yakin peningkatan kinerja operasi, upaya efsiensi yang berkelanjutan serta adanya tren peningkatan harga komoditas akan meningkatkan kinerja finansial pada semester II/2017,“ katanya, dilansir dari situs resmi perseroan.
Di satu sisi, masih pada semester I/2017, volume produksi feronikel meningkat 12 persen menjadi 9.327 ton nikel dalam feronikel (TNi) dari 8.304 TNi pada semester I/2016. Namun, volume penjualan feronikel turun empat persen menjadi 7.791 TNi dibandingkan penjualan semester I/2016 sebesar 8.092 TNi.
Penurunan volume penjualan feronikel merupakan imbas dari dilakukannya pekerjaan penggantian roof di Electric Smelting Furnace-3 (ESF-3) dan optimasi fasilitas produksi pabrik FeNi III yang memiliki kapasitas operasi 10 ribu TNi per tahun.
Pekerjaan penggantian roof ESF-3 dan optimasi fasilitas produksi telah selesai dilakukan di pertengahan Maret 2017 dan tingkat produksi pabrik feronikel di Pomalaa telah kembali berjalan optimal.
Penurunan volume penjualan juga disebabkan adanya kebijakan manajemen untuk melakukan ekspor feronikel di paruh kedua 2017 seiring ekspektasi peningkatan harga nikel.
Pada semester I/2017, harga rata-rata nikel mencapai USD 4,55 per pon, sementara di awal September 2017 harga rata-rata nikel sudah mencapai USD 5,43 per pon.
Kemudian, volume produksi emas semester I/2017 tercatat stabil dengan capaian 1.013 kg, dibandingkan produksi emas semester I/2016 sebesar 1.015 kg.
Namun, volume penjualan emas pada semester I/2017 tercatat sebesar 3.298 kg atau turun 38 persen dibandingkan penjualan emas pada periode yang sama tahun lalu sebesar 5.392 kg.
Penurunan volume penjualan emas disebabkan oleh adanya gangguan fasilitas pemurnian logam mulia yang terjadi pada awal tahun 2017 dan telah terselesaikan.
Reporter : HYN