Eksplorasi.id – Menanggapi bahwa konsep gas alam terkompresi (compressed natural gas/ CNG) dalam pengembangan Blok Masela tidak ekonomis dan secara teknis operasionalnya tidak gampang, Presiden Direktur PT Badan NGL Salis Aprilian berkomentar, bagi siapa yang ingin mempelajari lebih dalam tentang konsep CNG tersebut, termasuk teknologi pengapalannya, dapat browsing di internet.
“Berbagai teknologi pengangkutan CNG sudah sangat berkembang. Baik DNV maupun ABS sudah melakukan beberapa test standar safety. Hanya butuh first mover. PLN adalah salah satunya. Konsep desain yang ada antara lain dari Sea-NG coselle (www.coselle.com); EnerSea-VOTRANS; Trans Ocean Gas; Knutsen-PBG; TransCanada; IFP; Neptune, dll,” kata Salis kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Mingggu (27/3).
Salis menjelaskan, kebanyakan desain kapal CNG tersebut dengan konsep cylinder tank (seperti yang dipesan PLN). Hanya Sea-NG yang mendesain kapal ini dengan coiled-tubing berdiameter 6 inchi sepanjang 21 km yang digulung dengan diameter 14 m hingga setinggi 3 m.
“Satu coselle ini mampu menampung 4,1 MMscf CNG pada tekanan 200-250 bar. Sehingga, jika ingin mengangkut hingga ratusan MMscf gas perlu puluhan coselle yang ditumpuk rapi dalam satu kapal besar,” jelas dia.
Dia menambahkan, dalam situsnya, SeaNG telah mengantongi uji kelayakan operasi dan safety dari ABS untuk kapal-kapal CNG ini. Desain kapasitas yang terbesar dapat mengangkut 531 MMscf, yakni kapal dengan jumlah coselle sebanyak 128 yang ditampung dalam kapal besar berdimensi panjang sekitar 278 m, lebar 48 m dan draft 10,5 m.
“Untuk Blok Masela, jika prediksi produksi gasnya 1,200 MMscfd, maka dapat dibangun fasilitas produksi secara bertahap sesuai dengan pembuktian proven reserve-nya. Dengan dimensi Lapangan Abadi lebih kurang 150 km × 50 km dapat dibagi dalam 3 center of production (3 FPSO) untuk memaksimalkan ultimate recovery-nya,” ujarnya.
Menurut Salis, masing-masing FPSO dapat didedikasikan untuk berbagai ukuran kapal seperti yang dikembangkan dalam ukuran 50 MMscf hingga 531 MMscf. Jika kita ambil contoh FPSO yang sekarang dibangun Eni untuk lapangan Jangkrik, terang dia, dengan kapasitas produksi 450 MMscfd, maka diperlukan 8 kapal CNG dengan kapasitas 450 MMscf untuk mengangkut gas dari Masela ke Bontang.
Kemudian, lanjut Salis, delapan kapal CNG tersebut untuk menjaga kontinuitas feed gas di kilang LNG, sehingga pada saat yang sama ada 1 kapal loading di FPSO Masela, 2 kapal berisi CNG berlayar menuju Badak LNG (yang jaraknya lebih kurang 2.500 km), 1 kapal unloading di Badak LNG, dan 2 kapal kosong beriringan menuju Masela.
Pada saat hampir selesai loading/unloading ada satu kapal yang sudah siap di sampingnya. Demkian seterusnya.Tapi, apakah gas Masela akan dijadikan LNG semua? Jika iya, maka perlu 24 kapal (3 x 8 kapal) yang hilir mudik di ‘tol laut’ mengangkut CNG dari 3 FPSO di Masela ke Bontang,” katanya.
Pendapat Salis, berdasarkan uraian sebelumnya, justru sebagian besar gas Masela adalah untuk domestik. Maka, jika demikian halnya, kapasitas kapal CNG yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan buyers domestik dapat disesuaikan ukuran dan jumlahnya. “Tentang biaya pembuatan kapal CNG ini dapat menggunakan produk dan galangan kapal dalam negeri dengan harga yang kompetitif,” terangnya.
Salis menerangkan, penyiapan pembangunan receiving CNG di pulau-pulau yang membutuhkan bahan bakar untuk pembangkit listrik, smelter dan bahan baku pupuk, serta pabrik petrokimia lainnya, dapat menyerap tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah secara merata. “Industri maritim pun akan mengikutinya. Tol laut yang dicita-citakan Presiden akan segera terujud. Demikian tambahan keterangan dari saya,” jelasnya,
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman tidak sependapat dengan usulan Salis Aprilian terkait konsep CNG dalam pengembangan Blok Masela.
“Kesimpulannya, konsep FCNG tidak ekonomis dan secara teknis operasionalnya tidak gampang di Blok Masela, karena Kapal CNG-nya juga belum tersedia. Kalau pesan 65 unit kapal dikali USD 132 juta hasilnya USD 8,5 miliar sudah berapa besar investasinya. Belum lagi bikin instalasi dekompresi dan pelabuhan di Lokasi tujuannya. Kemudian, biaya operasi dan perawatan Kapal CNG pesanan PLN adalah USD 5 juta per tahun,” jelas Yusri.
Komentar Yusri itu untuk menanggapi pendapat Salis tentang konsep hulu dan hilir dalam pengembangan gas Masela. Dalam konsep ini, Inpex dan Shell hanya berkewajiban mengeksploitasi gas dari dasar laut ke permukaan laut dengan menjual gas di well-head (setelah dimurnikan di FPSO – floating production storage and offloading).
Baca juga: http://eksplorasi.id/opini-menindaklanjuti-keputusan-presiden-tentang-blok-masela/
Lalu, meminta siapapun yang butuh gas, beli di sana. Inilah yang disebut berjualan gas dengan harga FOB (free on-board). Gas tersebut diambil dengan kapal-kapan CNG yang disewa dari BUMN (Pertamina, PAL, dll) atau swasta.
Eksplorasi | Ponco
Agak aneh, mau bikin LNG harus via CNG ?