Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Perser0) mengklaim tren penjualan bahan bakar gasoline non subsidi telah mencapai 45 persen dari total konsumsi gasoline yang saat ini mencapai 91 ribu kilo liter (kl) per hari.
Hal itu konon juga diklaim menyusul terjadinya penurunan permintaan premium oleh masyarakat. Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, tren penjualan bakar non subsidi Pertamina, yaitu pertamax series dan pertalite semakin hari semakin meningkat.
Jika pada semester I 2016 lalu rata-rata hanya sekitar 15 ribu kl per hari atau 20persen dari total permintaan gasoline, pada 20 hari pertama September 2016 konsumsinya telah mencapai 40,837 kl per hari atau 45 persen dari total konsumsi gasoline.
“Perkembangan ini tentu sangat menggembirakan karena menunjukkan bahwa masyarakat konsumsi di Tanah Air sudah benar-benar bisa menerima inovasi produk yang dilakukan Pertamina,” kata Wianda, seperti dilansir dari situs resmi perseroan, Rabu (28/9).
Berdasarkan statistik tren penjualan BBM oleh Pertamina, pertalite mengalami lonjakan paling tinggi di mana konsumsi pada September telah mencapai sekitar 25 ribu kl per hari. Pada semester I 2016 lalu rata-rata konsumsi pertalite masih sekitar 6.500 kl per hari.
Adapun, tren konsumsi pertamax juga meningkat tajam dari semula rata-rata di kisaran 10 ribu kl per hari pada semester I menjadi sekitar 15 ribu kl per hari. Pertamax turbo yang baru diluncurkan pada awal Agustus juga terjadi lonjakan konsumsi sekitar 170 persen pada September 2016.
Di sisi lain, jelas Wianda, konsumsi premium mengalami penurunan dari semula di kisaran 70 ribu kl per hari pada semester I 2016 menjadi hanya 55 per hari kl pada Agustus dan 50 ribu kl per hari pada 20 hari pertama September. Namun, dia menegaskan, Pertamina terus menjaga ketersediaan Premium di tengah pelemahan permintaan tersebut.
“Karena permintaan yang terus turun, stok premium saat ini berada di atas 22 hari dari biasanya sekitar 18 hari. Pertamina akan terus mencoba adaptif terhadap tren konsumsi masyarakat yang lebih memilih pertamax series dan pertalite yang lebih sesuai dengan spesifikasi kendaraannya di tengah momentum disparitas harga yang tipis dengan premium,” kata Wianda.
Tidak Menjual Premium
Turunnya permintaan premium ditanggapi negatif oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Menurut dia, turunnya permintaan premium terkesan dipaksakan oleh Pertamina.
“Ada sejumlah SPBU yang tidak menyediakan pasokan premium. Misalnya di SPBU No 34 -13707 di Jalan Radar AURI (samping Apartemen Cibubur Village) yang sudah tidak menjual premium sejak Sabtu (3/9). Ketika ditanyakan, petugas SPBU menjawab bahwa mereka sudah tidak menjual premium,” ungkap dia, belum lama ini.
Yusri berpendapat, kebijakan ‘menghilangkan’ premium secara sembunyi-sembunyi oleh manajemen Pertamina jelas melanggar Peraturan Presiden No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual BBM dengan daerah terpencil (tertinggal, pedalaman, terluar) termasuk wilayah kepulauan dan Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen).
Eksplorasi.id juga sempat menyaksikan sendiri bagaimana premium tidak ada di sejumlah SPBU. Sebut saja di SPBU No 4452301 yang berlokasi di Jl Raya Ulujami, Pemalang, Jawa Tengah, ketika Eksplorasi.id melintas di daerah tersebut pada Kamis (22/9).
Ironisnya, di papan pengumum tertera jelas menjual premium namun anehnya di dalam SPBU tersebut tidak ada nozzle berwarna kuning yang menjadi ciri khas dari premium. Ketika ditanya oleh pegawai SPBU yang bersangkutan, mereka menjawab memang tidak menjual premium, hanya menjual pertamax.
Sayangnya, Wianda Pusponegoro ketika dikonfirmasi hanya menjawab, “Lagi ada switching pipa. Saat ini all product tersedia,” ujarnya. Pertanyaannya adalah, switching pipa apa yang dilakukan Pertamina jika nozzle untuk menjual premium saja tidak ada?