Eksplorasi.id – Seluruh perusahaan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melihat Program Pembangunan Listrik 35.000 MW bukan sekadar sebuah projek semata.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said dalam pertemuan dengan 91 (sembilan puluh satu) IPP yang telah menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) di Jakarta.
“Pembangunan Listrik harus disikapi sebagai sebuah movement atau gerakan. Gerakan untuk menerangi seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sudirman menegaskan, angka 35.000 MW itu bukanlah angka yang tiba-tiba muncul, tapi angka yang dihitung dengan cermat didasari dengan asumsi-asumsi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. “Jadi 35.000 MW bukan sekadar target tapi kebutuhan,” katanya.
Sebagai informasi, dalam pertemuan tersebut adalah merupakan pertemuan ketiga antara Menteri ESDM dan seluruh pengembang listrik swasta yang juga dihadiri oleh beberapa asosiasi profesional dan pengembang listrik antara lain Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia.
Sebelumnya, pada pertemuan kedua di tahun 2015 telah membuahkan kontrak dengan total kapasitas 14.426 MW. Sepanjang 2016, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan menargetkan kontrak dan PPA (gabungan antara PLN dan IPP) dengan total nilai kapasitas 19.287 MW demi tercapainya target 35.000 MW pengembangan listrik di tahun 2019.
Pertemuan ini mendapat apresiasi dari semua pihak yang hadir, “Kami sangat mengapresiasi atas inisiatif ini yang secara berkala dilakukan oleh Pemerintah, kesempatan ini menjadi sangat penting karena bisa menjadi check point apakah kebijakan-kebijakan yang sudah ditetap berjalan dengan baik atau tidak. Pelaku usaha dapat secara langsung menyampaikan kendala di lapangan,” tambah Ketua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air, M. Riza Husni.
Selain itu, sejumlah Pengembang juga secara lugas menyampaikan keluhan dan permasalahan dalam suasana diskusi yang mendorong lahirnya solusi-solusi konkrit. Beberapa diantaranya secara terbuka menyampaikan kendala terkait proses bisnis bersama PT PLN (persero). Harga batubara juga menjadi perhatian, mengingat ketentuan yang ada dibuat ketika harga batubara tidak seperti saat ini.
Untuk itu, Pemerintah menjamin akan memfasilitasi penyelesaian kendala yang dihadapi IPP dan PT PLN (Persero). “Pertemuan Ini dihadiri juga oleh jajaran Direksi dan Komisaris PLN, jadi setelah pertemuan ini, dengan difasilitasi oleh Dirjen Ketenagalistrikan, dan Ketua UP3KN, harus segera mengambil keputusan dan kesepakatan. Kita sadar tentu tidak ada keputusan yang sempurna dalam satu waktu, jadi dialog seperti ini tidak boleh terputus,” tegas Sudirman.
Pada kesempatan yang sama, juga telah ditandatangani Kesepakatan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 35.000 MW antara PT PLN (Persero) dengan para IPP. Dalam dokumen yang ditandatangani tersebut, para pihak sepakat untuk menuntaskan seluruh persyaratan (teknis, legal,dan finansial), untuk memastikan target financial closing dan penyelesaian proyek sesuai tepat waktu.
Program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan ini dipercepat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi tanggal 8 Januari 2016.
Melalui Perpres tersebut, PT PLN (Persero) dan IPP mendapatkan dukungan berupa penjaminan, percepatan perizinan dan non perizinan, penyediaan energi primer, tata ruang, dan penyediaan tanah. Dengan adanya dukungan tersebut diharapkan target rasio elektrifikasi 97% dapat dicapai pada tahun 2019.
Eksplorasi | Kompas | Aditya