Eksplorasi.id – Menteri ESDM Archandra Tahar memastikan bahwa Chevron Indonesia Company tetap komitmen untuk mengembangkan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar.
“Saya sudah ketemu dengan pihak Chevron. Mereka menyatakan tetap komit melanjutkan proyek IDD. Saya juga ada sedikit ilmu secara teknis yang mungkin bisa diterapkan untuk mempercepat proyek IDD,” kata dia di Kementerian ESDM, Minggu (14/8).
Sebelumnya, proyek IDD yang akan digarap Chevron disinyalir akan mangkrak bahkan kemungkinan batal. Penyebab salah satunya adalah, SKK Migas tidak menyetujui rencana Chevron Indonesia menggunakan investment credit untuk mengembangkan proyek laut dalam (IDD).
Alasannya, hal itu tidak ada dalam rencana pengembangan lapangan (Plan of Development /PoD) awal yang diajukan Chevron. Bahkan, Chevron mengajukan usulan investment credit untuk proyek IDD di atas 100 persen.
Hingga kini, SKK Migas masih menunggu revisi proposal dari Chevron. Perusahaan migas yang berbasis di Amerika Serikat tersebut masih memakai acuan harga minyak yang lama yakni sebesar USD 100 per barel. Padahal, saat ini harga minyak berkisar USD 50 per barel. .
Sebelumnya, Chevron sempat meminta adanya investment credit untuk proyek IDD di Selat Makassar sebesar 240 persen. Permintaan itu disampaikan dalam proposal revisi POD Lapangan Gendalo dan Gehem.
Namun, proposal ini ditolak pemerintah. Penyebabnya, insentif yang diminta oleh Chevron itu dinilai terlalu besar. Adanya permintaan investment credit dari Chevron menyebabkan dana investasi mengembangkan laut dalam membengkak. Sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) juga mengusulkan bahwa investment credit maksimal sebesar 50 persen.
Investment credit merupakan bentuk insentif dalam sistem kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC). Kontraktor yang mendapatkan fasilitas investment credit berarti berhak meminta ganti kepada pemerintah sebesar persentase tertentu atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi.
Pengembalian ini akan menjamin biaya lain yang tak bisa terganti melalui sistem cost recovery. Biasanya investment credit tidak sampai 100 persen. Permintaan perbaikan proposal PoD IDD merupakan yang kedua kalinya.
Pertama, proposal dikembalikan karena data yang terangkum dalam proposal kurang lengkap. Kedua, pengembalian lebih kepada nilai investasi yang membengkak karena permohonan investment credit. Sebelumnya, Chevron mengajukan biaya investasi sebesar USD 12 miliar.
Kemudian, dalam proposal yang terakhir tercantum angka USD 9 miliar yang dianggap masih terlalu besar. Kemungkinan, angka investasi akan menyusut bila persentase investment bisa ditekan.
Berdasarkan data Eksplorasi.id, Chevron saat ini sedang merevisi PoD karena adanya kenaikan nilai investasi dari USD 6,9 miliar pada 2007 menjadi USD 12 miliar pada 2014.
Belum tuntasnya revisi PoD berdampak pada penundaan keputusan final investasi (final investment decision/FID). Proyek IDD ditargetkan berproduksi 1.270 juta kaki kubik per hari ataumillion metric standard cubic feet per day (MMscfd).
Produksi tersebut berasal dari empat blok yaitu Ganal, Rapak, Makassar Strait, dan Muara Bakau dengan lima lapangan yakni Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang.
Berdasarkan surat alokasi Menteri ESDM, sebanyak 25 persen produksi IDD akan dialokasikan untuk konsumsi domestik. Pasokan untuk konsumen domestik akan diperuntukan ke floating storage and regasification unit (FSRU) Jawa Barat 53 kargo (2018-2021).
Selain itu, FSRU Lampung 37 kargo (2016-2018), FSRU Banten 30 kargo (2016-2021), FSRU Jawa Tengah 39 kargo (2016-2021), dan Terminal Arun 20 kargo (2017-2021).
Selain kontrak bagi hasil Makassar Strait, dan Rapak, megaproyek IDD juga mencakup blok Muara Bakau, berdasarkan PoD Chevron yang disetujui pemerintah pada 2008.
Chevron seharusnya sudah mulai melakukan pengaliran gas (on-stream) dari Blok Makassar Strait pada 2018 yang memiliki cadangan awal 3 trillion cubic feet (TCF).
Eksplorasi | Her