Eksplorasi.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemukan adanya sejumlah proyek pembangkit listrik yang berhenti dan terbengkalai dalam kunjungan ke beberapa daerah pada awal Juni 2016.
Dalam kunjungan ke daerah itu Presiden Jokowi menemukan beberapa proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Proyek tersebut antara lain di Gorontalo Utara dan Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.
Proyek pembangkit listrik di Gorontalo Utara berkapasitas 2×25 MW sudah dibangun sejak tahun 2007 dan dana negara yang sudah digunakan mencapai Rp396 miliar. Pengerjaan proyek itu sudah mencapai 47 persen dan PLN menjanjikan proyek itu dapat diselesaikan pada akhir 2017.
Sementara yang di Mempawah adalah proyek mobile power plant (MPP) berkapasitas 2×50 MW yang sudah mangkrak sekitar 7-8 tahun dan dana negara yang sudah digunakan mencapai sekitar Rp1,5 triliun. Presiden Jokowi meminta agar proyek pembangkit listrik yang hingga saat ini mangkrak diselesaikan.
“Sebelum masuk ke tempat ini, saya ingin memastikan MPP 2×50 MW yang mangkrak bisa diselesaikan, dengan biaya Rp1,5 triliun, kalau tidak bisa dipakai bisa dibayangkan. Setiap masalah harus diselesaikan. Tahun ini harus selesai, janji Dirut PLN akhir Desember 2016 ini selesai,” kata Jokowi.
Presiden menyebutkan selain proyek MPP di Kalbar yang mangkrak, ada beberapa proyek MPP lain yang juga mangkrak dengan penyebab yang bermacam-macam. Sementara itu Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan akan segera mencari solusi terkait adanya puluhan proyek pembangkit listrik yang mangkrak di berbagai daerah.
“Kami akan segera kejar, kami akan cari sumber permasalahannya, dan kami carikan solusi,” kata Dirut PLN Sofyan Basir di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, Jumat (3/6).
Ia menyebutkan sejumlah proyek pembangkit itu sudah mangkrak sejak lama, padahal dirinya menjadi Dirut PLN baru sekitar setahun. “Jumlahnya banyak, puluhan, PLN akan mencarikan model solusi yang tepat,” katanya.
Kebutuhan Mendesak
Menurut Presiden Jokowi, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak bisa ditunda-tunda lagi dalam upaya perbaikan kondisi ekonomi. Menurut dia, tidak bisa investor yang mau masuk disuruh nunggu dulu hingga ada listrik. Mereka akan pindah ke tempat lain yang lebih siap.
Presiden mengatakan, semua sektor membutuhkan listrik baik itu industri, manufaktur, pariwisata dan rumah tangga. Akan percuma jika hal lain diperbaiki, namun energi listrik tidak tersedia dengan cukup.
“Yang 35.000 MW, dengan cara apapun harus dikejar, kalau tidak masih akan ada keluhan byar pet,” kata Presiden Jokowi dalam sambutan peresmian pembangunan pembangkit listrik regional Sumatera di proyek MPP Air Anyir Bangka, Babel, Rabu (2/6).
Sampai akhir 2015, realisasi listrik 35.000 MW adalah sebanyak 17.300 power purchasing agreement (PPA) sudah ditandatangani dan 8.000 MW sudah dimulai pengerjaannya (ground breking). “Sisanya kombinasi antara investor dengan PLN, seperti di sini yang bisa mempercepat,” kata Jokowi.
PPA merupakan perjanjian jual beli tenaga listrik antara perusahaan produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) dan PLN. IPP merupakan perusahaan produsen listrik swasta yang dibentuk oleh konsorsium untuk melakukan perjanjian PPA dengan PLN.
Sementara itu dalam kunjungan kerja ke daerah pada awal Juni 2016, Presiden Jokowi meresmikan sejumlah proyek pembangkit listrik. Di Bangka Belitung, Presiden meresmikan dimulainya pembangunan pembangunan sejumlah pembangkit listrik MPP berkapasitas 350 Mega Watt (MW) yang akan memperkuat sistem kelistrikan Regional Sumatera.
Keenam pembangkit MPP tersebut terdiri dari MPP Bangka 2×25 MW, MPP Belitung 1×25 MW, MPP Paya Pasir Medan 3×25 MW, MPP Nias 1×25 MW, MPP Aur Duri Riau 3x 25 MW, MPP Tarahan Lampung 4×25 MW.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan bahwa sesuai dengan nawacita yang dituangkan dalam program 35.000 MW, pemilihan pembangkit jenis MPP (berbahan bakar gas) untuk percepatan rasio elektrifikasi di Regional Sumatera dirasa tepat, mengingat waktu pembangunan pembangkit MPP yang nisbi singkat.
Lebih dari itu, pembangkit itu juga lebih ramah lingkungan. Keenam pembangkit itu ditargetkan akan beroperasi pada akhir tahun 2016. Sistem Sumatera Bagian Utara memiliki beban puncak saat ini sebesar 2.090 MW dan daya mampu sebesar 2.327 MW dengan cadangan daya 237 MW atau sekitar 11 persen.
Sementara sistem Sumatera Bagian Selatan dan Tengah, beban puncaknya adalah 2.041 MW dan daya mampu pembangkit 2.827 MW dengan cadangan daya 426 MW atau sekitar 15 persen.
Pada 2017 diharapkan sistem Sumatera sudah terhubung dengan jaringan 275 kilo-Volt (kV) dan dengan mulai beroperasinya pembangkit-pembangkit baru diprediksi cadangan listrik bisa mencapai 32 persen.
Selanjutnya, diharapkan dengan penambahan 11.000 MW pembangkit baru program 35.000 MW serta jaringan transmisi 500 kV yang menghubungkan Sumatera Selatan dan Sumatera Utara sampai Aceh sepanjang 1.300 kilometer (km) yang diharapkan bisa selesai pada 2019, sistem Sumatera semakin kuat dan dapat melayani semua pelanggan, termasuk pelanggan besar dan industri, serta menaikkan rasio elektrifikasi 86 persen pada 2016 menjadi 98 persen pada 2019.
Untuk itu, lanjutnya, diharapkan adanya cadangan daya untuk Sumatera, yakni sebesar 1.615 MW. Sementara untuk Lampung, target kami untuk daya pasok sebesar 1.068 MW, dan diharapkan adanya cadangan daya hingga 172 MW.
Sementara itu, enam pembangkit MPP berkapasitas 350 MW itu akan disebar ke seluruh Regional Sumatera. Untuk Wilayah Bangka dan Belitung, bertambahnya tiga MPP dengan total kapasitas 75 MW akan memperkuat sistem kelistrikan Bangka Belitung.
Adapun daya mampu pada sistem kelistrikan Bangka saat ini adalah 142 MW, sedangkan beban puncak rata-ratanya sebesar 130 MW. Sementara itu, daya mampu Belitung saat ini adalah 42 MW dengan beban puncak rata-rata 36 MW.
Bertambahnya kapasitas pembangkit ini akan membuat pasokan listrik di Bangka dan Belitung semakin andal, di mana jika ada pemeliharaan terhadap salah satu pembangkit, pasokan listrik masih mencukupi.
Dalam kunjungannya ke Aceh, Presiden Jokowi meresmikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Lhokseumawe. PLTMG Arun dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan listrik di Provinsi Aceh dan Sumut. PLTMG Arun mempunyai kapasitas 184 MW dan terhubung dengan Sub-Sistem Sumatera Bagian Utara.
Di Kalbar, Presiden Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan MPP Mempawah Kalbar 4×25 MW sebagai bagian dari Program 35.000 MW dan peresmian pengoperasian PLTU Ketapang 2 x 10 MW yang masuk dalam sistem 20 Kv.
Presiden Jokowi berharap MPP Mempawah yang dikerjakan mulai Mei 2016 tersebut dapat diselesaikan dan beroperasi pada September 2016. “Dua pembangkit di Kalbar ini nantinya akan memberi tamabahan listrik yang cukup besar,” katanya.
Presiden juga menyebutkan sebentar lagi akan ada kerja sama PT Antam dengan negara lain dalam industri bauksit di Kalbar yang memerlukan dukungan pasokan listrik. Sementara di Gorontalo, Presiden meresmikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gorontalo berkapasitas 4×25 MW. PLTG itu berlokasi di Jalan Trans Sulawesi Desa Maleo Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. PLTG itu merupakan bagian dari target pembangunan tenaga listrik 35.000 MW.
Peresmian dimulainya pembangunan (ground breaking) proyek PLTG itu sudah dilakukan pada 10 September 2015 dan dapat diselesaikan kurang dari enam bulan. PLTG Gorontalo telah melayani masyarakat sejak 11 April 2016. Masuknya sistem PLTG Gorontalo itu menjadi jawaban kebutuhan listrik wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo khususnya Gorontalo dan meningkatkan rasio elektrifikasi hingga 84,4 persen.
Saat ini beban puncak listrik pada sub sistem kelistrikan Gorontalo adalah 85 MW dengan jumlah pelanggan hingga akhir Mei 2016 mencapai 235.000 pelanggan. Dengan beroperasinya PLTG Gorontalo akan membantu dalam memenuhi permintaan pelanggan baru hingga 35.000 pelanggan di seluruh Provinsi Gorontalo.
Presiden Jokowi meminta agar PLN mendiversifikasikan bahan bakar atau tenaga penggerak pembangkit listrik sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Namun menurut Presiden Jokowi, untuk mengejar penyediaan pasokan listrik di daerah yang sangat kekurangan listrik maka gas merupakan cara paling cepat.
“Dari yang ada di Lhokseumawe Aceh, Bangka Belitung, Mempawah dan Pontianak, bisa kita simpulkan bahwa untuk mengejar kekurangan yang mendesak, baik permintaan dari industrinya, dari hotel, atau juga dari masyarakat, pengerjaan yang paling cepat adalah PLTG,” katanya.
Ia menyebutkan pengerjaan pembangkit listrik dengan bahan bakar gas memerlukan waktu tujuh hingga delapan bulan dari konstruksi hingga pemasangan mesin.
Aditya | Ant