Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) pada semester pertama 2016 sukses meraup laba atau keuntungan hingga mencapai USD 755 juta atau setara Rp 9,81 triliun (kurs Rp 13 ribu).
Laporan keuangan BUMN migas pelat merah itu menyebutkan, keuntungan yang diraih ternyata bersumber dari sejumlah produk bersubsidi alias pelaksanaan public service obligation (PSO), seperti kerosene, elpiji 3 kg, solar, dan premiun non-Jamali.
Bahkan, kontribusi BBM subsidi dan penugasan mencapai USD 637 juta atau setara Rp 8,3 triliun (sekitar 84,6 persen) dan dari elpiji 3 kg sebesar USD 117 juta atau selevel Rp 1,5 triliun.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, pihaknya merasa bingung dengan keuntungan besar yang diraih Pertamina, terutama yang berasal dari komponen barang subsidi.
Pasalnya, saat ini diketahui harga rata-rata minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ ICP) cenderung rendah, dan semestinya harga BBM subsidi juga ikut turun. “Jangan justru Pertamina membebani rakyat (dengan harga BBM subsidi yang tinggi),” kata Gus Irawan, Senin (26/9).
Gus Irawan menjelaskan, pihaknya hingga kini belum memeroleh laporan resmi dari Pertamina soal keuntungan yang didapatkan dalam kurun waktu semester pertama tahun ini.
“Kami baru tahu dari media soal keuntungan Pertamina yang besar dari jualan BBM subsidi ini. Saya menilai, Pertamina menjual harga BBM premium dan solar di atas harga keekonomian. Rasanya pertamina untung besar karena jual harga jauh di atas harga keekonomian,” jelas dia.
Sementara, Enny Sri Hartati dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sebelumnya berkomentar, Pertamina semestinya tidak berdagang dengan cara mengambil untung yang besar dari jualan BBM bersubsidi seperti premium dan solar kepada rakyat. “Pertamina harus transparan. Jangan rakyat yang menderita di atas keuntungan Pertamina,” ujar Enny di Jakarta, belum lama ini.
Enny menegaskan, hingga saat ini Pertamina tidak memiliki inisiatif untuk mengungkap harga keekonomian atas BBM subsidi secara transparan.
“Masyarakat selama ini hanya disuguhkan tentang keuntungan, laba dan kinerja Pertamina tanpa tahu transparansi harga keekonomian BBM subsidi tersebut,” ujar dia.
Seperti diketahui, laporan keuangan Pertamina menunjukkan, laba usaha BBM PSO periode kali ini 449,9 persen lebih tinggi dibandingkan periode 2015.
Tingginya kenaikan laba kali ini disebabkan oleh rendahnya biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Realisasi ICP pada semester pertama 2016 hanya USD 36,16 per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar USD 50 per barel. Dengan modal harga minyak yang rendah, maka Pertamina bisa menjual BBM dan elpiji subsidi di harga tinggi.
Pada semester pertama ini, perseroan sukses meraup pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar USD 4,1 miliar.
Itu berarti EBITDA margin mencapai sebesar 23,9 persen atau 128 persen dari RKAP yang dirancang perusahaan. Kemudian, laba bersih perseroan juga mencapai USD 1,83 miliar atau 113 persen lebih tinggi dari RKAP perseroan.
Reporter : Ponco Sulaksono