Eksplorasi.id – Berdasarkan sejumlah catatan sejarah, penyebutan kata Natuna berasal dari kisah perjalanan I Tsing, seorang pengelana-biksu Buddha asal Cina yang datang ke kawasan perairan Nusantara pada sekitar abad ke-7 Masehi.
Dalam laporan perjalanannya ke Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, Indonesia itu, ia menyebutkan gugusan pulau-pulau yang ada di kawasan perairan tersebut sebagai Nan-Toa, yang berarti Pulau Besar dalam bahasanya.
Sudah sejak lama diketahui bahwa kawasan perairan Natuna merupakan milik dari kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti tercatat dari kisah historis mengenai Sriwijaya, Majapahit, Malaka, hingga Republik Indonesia.
Untuk itu, tidak mengherankan bila saat ini pemerintah RI mencanangkan program agar nelayan lokal dapat mengambil manfaat yang paling optimal dan berjaya di kawasan perairan Natuna yang sejumlah kali kerap dimasuki nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
“Kami menyiapkan program integritas wilayah guna memacu pertumbuhan ekonomi rakyat dan meningkatkan kapasitas nelayan nasional,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Rabu (13/7).
Menurut Rizal Ramli, program peningkatan kapasitas tersebut bertujuan agar nelayan lokal dapat menangkap ikan lebih banyak. Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga bakal memindahkan ratusan kapal penangkap ikan milik nelayan tradisional ke kawasan perairan tersebut.
Dengan langkah tersebut, maka salah satu wilayah terluar dan perbatasan Republik Indonesia juga akan meningkatkan pendapatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja juga menginginkan banyak nelayan di kawasan pantai utara Jawa (Pantura) dapat melaut di kawasan perairan Natuna untuk lebih dapat memberdayakan potensi sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.
“Yang pertama, kami ingin nelayan-nelayan di utara Jawa bisa nangkap di Natuna dan menjual ikan di Selat Lampa,” ucap Sjarief.
Sedangkan langkah kedua, ujar dia, adalah dengan mengembangkan sektor perikanan budi daya antara lain komoditas ikan napoleon, kerapu, dan rumput laut, dan dikembangkan pusat pelayanan terpadu.
Sementara rencana pemindahan kapal-kapal perikanan berukuran lebih kecil dari 30 gross tonnage (GT) meliputi 400 kapal dengan rincian 300 kapal untuk tahun 2016 dan 100 kapal untuk tahun 2017.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendorong pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Natuna yang menjadi kawasan perbatasan RI, oleh pihak nelayan tradisional yang telah lama bermukim di sana.
Menurut Sekjen Kiara Abdul Halim, dorongan untuk mengelola perikanan di Natuna oleh nelayan juga memerlukan pelindung keamanan dan keselamatan nelayan yang melaut.
Apalagi, ia mengingatkan klaim sepihak Cina di kawasan tersebut dan pola kapal nelayan Cina yang dijaga oleh armada coast guard negara Tirai Bambu tersebut.
Dia berpendapat bahwa apa yang terjadi berulang kali di Natuna yang melibatkan kapal Cina yang diduga melakukan pencurian ikan menunjukkan adanya persoalan utama yaitu masalah klaim wilayah kedaulatan, beserta efektivitas pengelolaan wilayah penangkapan ikan oleh nelayan tradisional Indonesia.
Untuk itu, lanjutnya, sudah seharusnya pemerintah melalui jalur diplomatik ke seluruh anggota PBB (tidak hanya ke Cina) untuk melakukan bentuk penegasan bahwa Natuna adalah wilayah kedaulatan Indonesia.
Sebagaimana diwartakan, Presiden Joko Widodo menginginkan Natuna dibangun infrastruktur seperti cold storage (tempat pendingin) dan sebagainya agar berfungsi sebagai pusat lelang ikan regional.
Menko Maritim mengungkapkan pemerintah mesti mempercepat pengembangan sektor perikanan di Kepulauan Natuna karena selama ini kapasitas tangkap hanya sekitar sembilan persen dari total potensi ikan tangkap di wilayah itu.
Pariwisata hingga pertahanan Selain pengembangan sektor perikanan, pemerintah juga bakal mengembangkan beragam aspek lainnya seperti peningkatan pertahanan dan keamanan, pemberdayaan minyak dan gas bumi, serta potensi pariwisatanya.
“Pantai di Natuna dan Anambas sangat cantik dan indah sekali,” kata Menko Maritim Rizal Ramli dan menambahkan, dengan pasir putih yang sangat memukau yang dimilikinya, maka kawasan tersebut juga bakal mampu menjadi area wisata resort kelas premium.
Selain itu, ujar dia, pihaknya juga telah membahas untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan sejumlah pihak yang dinilai bisa untuk mengembangkannya.
Rizal berpendapat, dengan potensi yang ada tersebut maka wilayah itu juga akan bisa menarik minat, baik wisatawan nasional maupun mancanegara.
Apalagi, Menko Maritim juga mengingatkan bahwa jarak Natuna itu juga nisbi dekat dengan sejumlah lokasi wisata lainnya seperti Singapura dan Hong Kong.
Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam sejumlah kesempatan juga segera menjadikan Natuna dan wilayah sekitarnya sebagai destinasi wisata baru.
Menpar menyatakan pihaknya mulai merapatkan barisan dan mengonsolidasikan jajarannya untuk membangun Natuna dan sekitarnya sebagai destinasi wisata baru.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau minta pemerintah pusat menetapkan Kabupaten Natuna dan Kepulauan Anambas sebagai pintu keluar masuk kapal wisata asing.
“Kami mengusulkan ke pemerintah pusat dalam rangka pengembangan Natuna dan Kepulauan Anambas sebagai destinasi wisata maritim,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kepri Guntur Sakti, yang dihubungi Antara di Tanjungpinang, Sabtu (2/7).
Dia mengatakan, permintaan yang diusulkan kepada pemerintah pusat itu cukup beralasan. Natuna dan Kepulauan Anambas berbatasan dengan negara tetangga, yang memiliki pantai yang indah.
Untuk sektor migas, Menko Maritim mengatakan wilayah Natuna kaya akan potensi migas sehingga seharusnya hal tersebut dapat diberdayakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Pihaknya juga bakal mengevaluasi keberadaan pemilik konsesi migas yang beroperasi di kawasan perairan yang merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia.
Pengkajian tersebut, lanjutnya, dilakukan untuk melihat mana kontraktor migas yang sepertinya mandek atau hanya bersifat sementara beroperasi di sana.
Apalagi, Menko Maritim juga mengingatkan bahwa harga minyak bumi global saat ini sedang turun dan bila pada masa mendatang naik lagi maka hal itu akan menarik minat bagi para investor di bidang migas.
Menko Maritim juga mengatakan pentingnya meningkatkan aspek pertahanan dan keamanan di wilayah perairan Natuna, terutama setelah adanya kasus penangkapan ikan secara ilegal di daerah tersebut.
Rizal menginginkan TNI dapat benar-benar memperkuat pertahanan agar wilayah tersebut juga dapat dijaga dengan efektif. Selain itu, ujar dia, pemerintah juga bakal meningkatkan koordinasi antara penegak hukum untuk memberantas pencurian ikan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pembangunan pangkalan militer Indonesia di Kepulauan Natuna untuk menjaga kedaulatan dan menegaskan penegakkan hukum, dilaksanakan oleh TNI.
Sesuai perintah Presiden Joko Widodo untuk menjaga kedaulatan dan menegaskan penegakan hukum di Kepulauan Natuna, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjelaskan akan membangun beberapa pangkalan militer di wilayah tersebut, termasuk pengembangan infrastruktur salah satunya perpanjangan runway atau landasan ancang Lanud Ranai.
Dengan memulai proses pembangunan pada 2016, diharapkan sejumlah kawasan di Natuna, Morotai, Biak, dan Saumlaki-Selaru, sudah berkembang pada 2017.
Menurut Gatot, pemerintah perlu membangun dermaga yang dapat disinggahi oleh sejumlah Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk menjaga keamanan perairan serta menambah radar untuk memantau wilayah di seluruh kawasan perbatasan.
Wilayah Kepulauan Natuna menjadi strategis karena merupakan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Vietnam, dan Kamboja.
Wilayah ini juga merupakan wilayah laut Indonesia yang menjadi jalur utama pelayaran global, terutama bagi kapal-kapal yang hendak menuju Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan.
Eksplorasi | Ant | Aditya