Eksplorasi.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini berkomentar bahwa dirinya ingin harga gas untuk industri dapat turun menjadi USD 6 per MMbtu, guna meningkatkan daya saing industri di Indonesia.
Menurut kepala negara, harga tersebut dinilai paling pas di Indonesia yang notabene sepadan dengan negara-negara tetangga. Namun, rupanya Presiden Jokowi tidak mendapatkan informasi yang benar tentang harga gas industri di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
“Harga gas sebuah negara tidak bisa apple to apple dibandingkan. Misal harga gas di Singapura dengan di Indonesia, ataupun harga gas di Malaysia dengan di Indonesia,” kata pengamat energi dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi, Senin (10/10).
Dia mengatakan, harga gas di Malaysia sudah pasti lebih rendah karena adanya subsidi dari pemerintah. Begitu pula dengan di Singapura. Di sana (Singapura) memang harga gas yang disubsidi pemerintah lebih murah, namun bila tidak disubsidi harga gas di Singapura ternyata jauh lebih mahal.
Mengutip data harga gas di Singapura dari citygas.com.sg, dijelaskan harga gas rata-rata di negara tersebut per 1 Agustus sampai 31 Oktober 2016 termasuk pajak yang dijual ke konsumen mencapai USD 18,5 per MMBtu.
Sedangkan harga gas di Malaysia karena adanya subsidi mencapai USD 6,6 per MMBTtu. Adapun harga gas di Cina berada di level USD 15 per MMBtu dan di Thailand sebesar USD 7,5 per MMBtu. Sementara harga gas di Indonesia kini berada di kisaran USD 9 per MMBtu.
“Jadi tolonglah siapapun yang menyampaikan informasi ke Presiden Jokowi jangan sepotong-sepotong seolah-olah harga gas kita paling tinggi,” tegas Pri Agung.
Pada intinya, lanjut Pri Agung, di tengah menurunnya harga minyak dunia memang sudah sepantasnya harga gas turun, namun tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan dengan mematok harga. Pemerintah justru memiliki peranan besar yang menyebabkan harga gas tinggi.
“Harga gas tak bisa pukul rata turun begitu saja. Dalam setiap struktur pemerintah itu punya peranan yang mengakibatkan harga gas tinggi,” jelas dia.
Pemerintah mempunyai peranan dalam menetapkan harga gas dengan mematok margin di sektor hulu, distribusi, dan hilir. Pemerintah, imbuh Pri Agung, semestinya mengatur dengan lebih bijak. Setiap segmen dari hulu ke hilir, haruslah diatur lebih baik lagi oleh pemerintah.
“Jadi intinya pemerintah ang tetapkan margin. Jadi diatur marginnya. Jika harga gas mahal karena trader karena pemerintah mengizinkan adanya trader, jadi wajar harga tinggi,” ujar dia.
Harga gas di luar negeri, terang Pri Agung, harus disampaikan strukturnya ke Presiden secara benar dan utuh. Sehingga jangan menimbulkan kesan harga gas di Indonesia mahal. “Karena memang pemerintah sendiri yang menyebabkan harga gas tinggi,” ungkap dia.
Reporter : Ponco S