Eksplorasi.id.DPRD Provinsi Kalimantan Timur membentuk Panitia Khusus reklamasi dan Investigasi Korban Bekas Lubang Tambang di Kaltim. Tim yang dibentuk pada 21 Juni 2016 ini diisi 12 wakil dari berbagai partai dan bekerja dalam waktu tiga bulan ke depan.
Desakan membentuk pansus menguat setelah ada 24 korban tewas di bekas lubang tambang. Pansus lahir dari ketidakpuasan penanganan korban tambang selama ini.
“Baru dua kasus yang diproses hukum tiga tahun ini, sedangkan yang lain tidak tahu penyelesaiannya,” kata Ketua Pansus Investigasi Muhammad Adam, Rabu (22/6/2016).
Pansus akan meminta keterangan banyak pihak, termasuk polisi, keluarga korban, LSM pemerhati tambang, serta pemilik tambang, sekaligus menilai keseriusan mereka mereklamasi lubang tambang.
Pansus akan menelaah beberapa dugaan pelanggaran, di antaranya rambu peringatan, reklamasi, dan pascatambang hingga jarak tambang dengan pemukiman.
Dari hasil telaah itu, pansus akan mempertimbangkan apakah perlu penerapan Pasal 359 KUHP dan Pasal 112 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebab kental unsur kelalaian banyak pihak.
“Dari situ kita akan mendorong penyidik untuk dilanjutkan. Kami juga didesak komite Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk segera menginvestigasi sehingga tidak ada kesan pembiaran,” kata Adam.
Sebelum pansus tersebut dibentuk, sudah muncul Komisi Pengawas reklamasi dan Pasca Tambang di tingkat provinsi meski belum mendapat dukungan dari pemprov setempat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga membentuk satuan tugas yang mengurusi penutupan lubang tambang.
Munculnya tim pemantau ini mendapat sorotan dari Prakarsa Borneo, organisasi di Kaltim yang bekerja pada isu hukum yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Direktur Prakarsa Borneo Muhammad Muhdar mengatakan, pembentukan tim-tim pemantau itu merupakan petunjuk tidak berjalannya sistem pengawasan pertambangan di negara ini.
“Berarti ada persoalan besar di situ,” kata Muhdar.
Selain jatuhnya korban, tak berjalannya pengawasan mengakibatkan sulitnya pemulihan lahan yang sudah digali. Pemegang izin juga belum menerima sanksi karena tak memulihkan lahan.
Di sisi lain, pemerintah malah tak berkutik dan tak mampu memulihkan lahan maupun memberi tindakan tegas kepada pemegang izin nakal ini.
“Negara tidak hadir di sini,” kata Muhdar.
Pemerintah sebenarnya memiliki peluang lewat komite pengawas (komwas). Tim ini bertugas mengawasi proses reklamasi dan pascatambang.
Komwas bisa melaporkan pelanggaran administrasi penambang kepada gubernur ataupun pelanggaran pidana pada polisi.
Sayangnya, kata Muhdar, komwas masih dalam memerlukan penguatan internal. Tim telah terbentuk, tetapi masih menunggu dukungan penuh pemerintah daerah, termasuk pengangkatan hingga soal anggaran kerja.
Eksplorasi | Kompas | Dian