Eksplorasi.id – Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SP SKK Migas) mendukung Pemerintah dan DPR untuk mempercepat Revisi Undang-Undang Migas agar amanat Mahkamah Konstitusi dapat segera dilaksanakan.
SP SKK Migas juga meminta jaminan kepastian pekerjaan dan jaminan hak-hak pekerja diberikan sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku jika terjadi perubahan sistem kelembagaan dari yang saat ini hanya sementara menjadi permanen.
“Kami mengabdi untuk Negara selama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) hingga dibubarkan, dan sekarang kami mengabdi untuk Negara di dalam lembaga sementara yang bernama SKK Migas. Kami ingin ada kepastian hukum bagi investor dan kami ingin ada kepastian dalam bekerja. Karena itu kami mendukung Pemerintah dan DPR segera mempercepat pengesahan revisi UU Migas,” kata Dedi Suryadi, Ketua Serikat Pekerja SKK Migas dalam siaran pers ditulis Minggu (5/6).
Saat ini, menurut Dedi muncul ketidakpastian dan keraguan baik di kalangan pekerja SKK Migas maupun investor di sektor hulu migas karena status lembaga SKK Migas yang masih bersifat sementara.
“Kami mengusulkan dibentuk sebuah lembaga permanen untuk mengelola energi, yang posisinya langsung dibawah Presiden Republik Indonesia,” katanya.
Energi, baik minyak dan gas bumi atau yang lainnya, saat ini tidak bisa lagi diperlakukan sebagai komoditi. Energi harus diperlakukan sebagai sebuah alat untuk membangun ketahanan energi nasional untuk kelangsungan hidup Bangsa Indonesia di masa-masa mendatang.
Energi minyak dan gas bumi, tidak bisa lagi diperlakukan sebagai alat untuk mendapatkan penerimaan Negara. “Energi minyak dan gas bumi, harus digunakan untuk mendorong peningkatan industri Nasional, harus digunakan untuk pertumbuhgan kemampuan Bangsa Indonesia. Karena itu tugas kami sekarang adalah Membesarkan Bangsa,” tegasnya.
Salah satu contoh dan alasan badan atau lembaga pengelola energi harus dibentuk dan berada dibawah Presiden adalah keputusan Blok Masela yang diputuskan oleh Presiden langsung, harus dikembangkan di darat demi kepentingan Bangsa yang lebih besar.
Dengan contoh tersebut, maka ke depan tidak bisa lagi posisi Badan atau Lembaga Pengelola Energi dibawah Menteri atau dibawah Perusahaan Terbatas (Persero). “Keputusan Masela menunjukkan bahwa pengelolaan energi harus berada langsung dibawa komando Presiden Repunblik Indonesia,” tandas Dedi.
Mengingat besarnya kepentingan Bangsa Indonesia dalam pengelolaan energi minyak dan gas bumi serta energi lainnya, maka SP SKK Migas mendesak agar Pemerintah dan DPR dapat mempercepat pembahasan revisi UU Migas agar bisa segera disahkan menjadi Undang-Undang.
Jika lembaga SKK Migas menjadi sebuah lembaga permanen, baik menjadi BUMN Khusus atau menjadi salah satu BUMN dibawah Badan Pengelola Energi maka dapat dipastikan pekerja akan menjadi lebih bersemangat bekerja dan berbakti untuk Negara. “Kami pastikan jika lembaga ini menjadi permanen maka produksi minyak dan gas bumi Nasional dapat kami tingkatkan menjadi lebih baik lagi,” ujar Dedi.
Mahkamah Konstitusi membubarkan BP Migas melalui amar putusan No. 36/PUU-X/2012 dan menitipkan pengelolan kegiatan usaha hulu migas kepada Menteri. Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013 membentuk lembaga sementara bernama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Revisi UU Migas masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2016. Sejak BP Migas dibubarkan tahun 2012 dan dibentuk lembaga sementara bernama SKK Migas, belum terlihat titik terang upaya Pemerintah dan DPR dalam menyelesaikan Revisi UU Migas untuk membentuk lembaga pengelola energi yang permanen.
Aditya