Eksplorasi.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak turun tangan menyelidiki pembangunan apartemen yang melibatkan dua BUMN, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PP Tbk (Persero).
Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi mengatakan, pembangunan dua menara apartemen di wiayah Pertamina RU (Refinery Unit) IV Cilacap itu diduga mengalami kesalahan konstruksi dasar.
Berdasarkan penelisikan yang dilakukan 98 Institute, kedua menara apartemen setinggi masing-masing 10 lantai itu dibangun oleh PT PP.
Rinciannya, luas bangunan mencapai 32.840 m2, luas basement 1.620 m2, dengan jumlah hunian 252 unit. Nilai pembangunan kedua menara apartemen itu sekitar Rp 384 miliar.
“PT PP membangun apartemen itu setelah memenangkan tender yang digelar oleh Pertamina,” kata dia di Jakarta, Rabu (11/7).
Sayed mengungkapkan, apartemen tersebut semula dibangun menjadi bagian dari proyek RDMP (Refinery Develoment Master Plan) Cilacap dan Balipapan.
Pembangunan apartemen itu dengan kode paket 1503161301 e Procurument Rifining Project Direktorat Pengolahan Pertamina sesuai Pengumuman Praqualifikasi nomor PML -014 /AP-RP / 2016 tanggal 15 Maret 2016.
Apartemen tersebut rencananya untuk tempat tinggal karyawan Pertamina. Serah terima apartemen dari PT PP ke Pertamina dilakukan pada Juni 2017.
Penjelasan Sayed, kedua menara apartemen itu pembangunannya memakan waktu satu tahun, terhitung sejak 6 Juni 2016.
“Ironisnya, ternyata kedua unit apartemen itu hanya bisa dihuni oleh karyawan Pertamina tak lebih selama dua bulan saja, karena hampir semua gedung mengalami keretakan,” jelas dia.
Menurut dia, keretakan terjadi khususnya pada kolom struktur, sehingga sangat mengancam keselamatan jiwa karyawan Pertamina. Dampaknya, setelah peristiwa gempa pada 15 Desember 2017, kedua unit apartemen tersebut sudah dikosongkan.
“Pascagempa yang terjadi pada 15 Desember 2017 di daerah Cilacap, hampir semua bangunan pada apartemen tersebut retak pada dinding dan tulang betonnya,” terang Sayed.
Anehnya, lanjut dia, banyak bangunan lain yang berumur lebih tua di sekitar gedung apartemen tersebut tetapi tidak mengalami kerusakan serius.
“Kerusakan parah terhadap dua menara apartemen itu diduga kualitas bangunannya tidak sesuai bestek dalam kontrak. Bisa jadi diduga sangat kental potensi korupsinya,” ungkap dia.
Komentar Sayed, ditinjau dari aspek tinjauan geologi, daerah Cilacap merupakan jalur sesar. Banyak penelitian geologi telah dilakukan di sekitar daerah itu terkait jenis batuan dan struktur geologinya.
Penelitian telah dilakukan antara lain oleh Badan Geologi maupun dari mahasiwa tugas akhir di ITB. “Ada kemungkinan telah terjadi pengabaian faktor potensi gempa terhadap pembangunan apartemen ini,” ucap dia.
Dugaan tersebut, imbuh Sayed, berdasarkan informasi studi Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) untuk membangun kantor pusat Kilang Cilacap baru mulai ditenderkan pada 2 Febuari 2016.
“Berdasarkan waktunya, bisa diduga kantor utama dan apartemen dibangun tanpa menunggu hasil Amdal. Apabila terbukti, Pertamina pun sebagai pemilik proyek bisa dijerat pelanggaran terhadap Undang Undang No 32/2009 tentang Penglolaan Lingkungan Hidup,” ucap dia.
Pertamina RU IV Cilacap semestinya mendapatkan persetujuan Amdal dari Komisi Pusat untuk membangun apartemen tersebut.
“Apalagi sudah terjadi kerugian negara. Dewan direksi Pertamina bisa dijerat pasal korupsi sesuai Undang Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” terang Sayed.
Dia menegaskan, untuk menghindari kerugian lebih besar bagi Pertamina , sebaiknya KPK segera dapat melakukan penyelidikan dimulai dari konsultan perencanaan maupun kontraktor pelaksana pembangunan dan konsultan pengawasnya.
“Sejalan dengan proses penyelidikan yang akan dilakukan oleh KPK, sebaiknya manajemen Pertamina untuk sementara waktu supaya tidak melibatkan Lembaga Afiliasi Penelitian Indonesia (LAPI) ITB dan kontraktor PT PP untuk proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pertamina,” katanya.
Sebagai informasi, Pertamina telah menunjuk konsultan LAPI ITB sebagai perencana pembangunan apartemen tersebut pada akhir 2015.
Reporter: HYN