Eksplorasi.id – Perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi III menuntut perlakuan sama dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan atas mekanisme restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala di Jakarta, Selasa (16/3), mengatakan, saat ini, masing-masing perusahaan PKP2B generasi ketiga mendapat perlakuan restitusi PPN yang berbeda-beda.
Padahal, lanjutnya, perusahaan tersebut memiliki kesamaan isi kontrak, menandatangani kontrak pada saat yang sama, dan memakai payung hukum yang sama. “Perbedaan perlakuan ini tidak adil dan jelas melanggar konstitusi. Diskriminasi seperti ini juga berdampak ketidakpastian usaha,” katanya.
Ia mencontohkan lagi, dua perusahaan tambang batubara generasi III dalam satu grup usaha yang sama, bisa berbeda-beda perlakuan restitusinya. “Lalu, beda kantor pajak, beda pula perlakuannya. Bahkan, pada kantor pajak yang sama, karena pimpinannya berganti, beda juga penanganannya. Ada yang bisa restitusi, ada yang tidak bisa,” katanya.
Menurut dia, status hukum PKP2B generasi III adalah bersifat tetap atau “lex specialist”. Dengan demikian, hukum yang berlaku adalah saat PKP2B generasi III ditandatangani pada periode 1997-2000 dan tidak mengikuti hukum baru yang terbit setelahnya.
Supriatna mengatakan, sesuai PKP2B generasi III, kontrak berstatus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) karena batubara termasuk ke dalam barang kena pajak (BKP), sehingga wajib menyetorkan pajak kepada negara termasuk PPN.
Oleh karena itu, kontraktor tambang berhak atas restitusi PPN jika terjadi kelebihan bayar. Namun, lanjutnya, Ditjen Pajak berpegang pada Undang-Undang PPN pada 2009 yang menyatakan batubara bukan termasuk ke dalam BKP, karena batubara adalah barang yang diambil dari sumbernya.
Akibatnya, ketika kontraktor tambang ingin mengklaim restitusi PPN, Ditjen Pajak tidak dapat mencairkan restitusinya, karena berpegang pada rezim pajak berdasarkan UU PPN 2009.
Padahal, lanjutnya, kontraktor PKP2B generasi ketiga berlaku asas “lex specialist” artinya tidak terkena aturan pada 2009 yang berlaku setelah penandatanganan kontrak pada periode 1997-2000.
“Kami harapkan Dirjen Pajak segera mengeluarkan aturan yang memberikan ‘equal treatment’ (perlakuan sama) atau tafsir yang sama yakni semua perusahaan batubara generasi ketiga bisa merestitusi PPN-nya, sehingga memberikan keadilan,” ujarnya.
Supriatna juga menambahkan, pihaknya sudah berulang kali, yang terakhir pada akhir 2014, meminta perlakuan yang sama soal restitusi kepada Dirjen Pajak, namun belum membuahkan hasil.
Sejumlah perusahaan, juga memilih jalur pengadilan pajak yang membutuhkan waktu lama dan biaya tidak sedikit. “Kami akan mencoba membicarakan soal ini lagi saat bertemu Menkeu nanti,” katanya.
Saat ini, terdapat 31 kontraktor tambang PKP2B generasi III yang belasan di antaranya berstatus operasi produksi dan sisanya masih pada tahap praproduksi/eksplorasi.
Eksplorasi | Antara | Ponco