Eksplorasi.id – Surat persetujuan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno mengenai rencana bisnis PT Pertamina (Persero) mengundang banyak polemik. Banyak pihak yang menafsirkan BUMN migas tersebeut akan menjual aset.
“Aksi koorporasi yang dilakukan Pertamina guna memperkuat sisi keuangan perusahaan dalam bisnis migas merupakan hal yang wajar dan tepat,” kata Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi.
Menurut Fahmy, dalam bisnis industri migas hal tersebut masuk dalam kategori spin off dan bukanlah bagian dari pelepasan apalagi penjualan asetnya kepada pihak lain (swasta). “Apa yang dilakukan Pertamina itu spin off, mencari mitra investasi, wajar dalam bisnis migas,” ujar Fahmy, Sabtu (20/7).
Fahmy mengatakan, dengan cara spin off yang dilakukan oleh Pertamina saat ini, maka akan berdampak dua hal positif terhadap BUMN migas tersebut.
Pertama, ucap Fahmy, akan ada dana segar yang diperoleh dari kerja sama dan kedua, memperkuat keuangan Pertamina ke depan untuk bisnis selanjutnya.
“Misalnya dengan spin off di Blok Mahakam, ada pengelolaan keuangan yang sehat dan stabil. Investasi masuk, dikelola bersama sehingga menguntungkan Pertamina. Atau juga tujuannya pembangunan kilang minyak, dari situ bisa bekerja sama sehingga dana Pertamina tidak tergerus dan mempertahankan pasokan BBM,” ungkap Fahmy.
Fahmy menampik tudingan bahwa aksi koorporasi Pertamina disebabkan kerugian BUMN tersebut. Padahal, ujar Fahmy, hingga semester I/2018 data keuangan Pertamina masih stabil dan menguntungkan. “Jadi tidak ada anggapan karena rugi. Spin off adalah usaha biasa dalam bisnis migas. Jadi beda sekali privatisasi dan spin off,” ujarnya.
Kendati demikian, Fahmy menyarankan agar pengawasan terhadap sistem bisnis spin off perlu diperketat. Jangan sampai justru tak mencapai tujuan keuangan seperti diharapkan Pertamina.
“Perlu pengawasan juga seperti jangan sampai penerimaan dari pengelolaan Blok Mahakam lebih kecil. Atau misalnya harga pembangunan kilang tidak sepadan sehingga BBM melonjak,” kata Fahmy.
Ia berpendapat, persolan spin off yang dilakukan Pertamina akhirnya menjadi komoditas politik. Hal itu disebabkan kondisi tahun politik sekarang yang menyangkut apapun terkait pemerintahan kemudian diperbesar oleh pihak tertentu tanpa pemahaman.
(SAM)