Eksplorasi.id – Pengamat Energi yang juga Sekjen Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) M Kholid Syeirazi menyatakan, PT Pertamina (Persero) masih mengandalkan bisnisnya dari sektor hilir, yang mencapai sebesar 94 persen pendapatannya disumbang dari hilir.
“Sementara 89 persen dari laba kotor Pertamina diperoleh dari sektor hulu,” kata M Kholid Syeirazi dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Jumat.
Menurut dia, hal itu merupakan anomali dari kinerja perusahaan minyak yang umumnya mengumpulkan revenue dan laba dari bisnis hulu.
Sejak Inpres No. 12/1975, Pertamina hanya jadi talang kering. Pertamina gagal ekspansi hulu karena seluruh bagian penerimaan negara, baik yang berasal dari kontraktor asing maupun dari Pertamina sendiri, harus langsung disetorkan oleh Pertamina kepada Kementerian Keuangan, katanya.
“Tanpa akumulasi modal, Pertamina lumpuh di sisi hulu dan berubah fungsi dari NOC (National Olil Corporation) menjadi penjual eceran BBM. Perlakuan itu berbeda dengan Petronas, yang sekitar 70 persen bagian penerimaan negara diinvestasikan kembali ke Petronas sehingga ia tumbuh betul-betul menjadi perusahaan kelas minyak dunia,” ungkapnya.
Menurut dia, laba Pertamina disumbang dari kegiatan hulu, tetapi struktur revenuenya didominasi dari hilir (direktorat pemasaran dan niaga) diliberalisasi, dan disuruh bersaing dengan asing.
“Jika skenario Inpres 12/75 dan UU Migas diikuti, maka Pertamina akan terpental disektor hulu dan hilir,” katanya.
Kholid Syeirazi yakin, tanpa pemihakan melalui regulasi, maka Pertamina tidak akan betul-betul menjadi NOC yang leading di sisi hulu. Struktur revenuenya akan terus didominasi bisnis hilir karena pasarannya memang sangat besar.
Eksplorasi | aditya | antara