Eksplorasi.id – Mantan direktur utama (dirut) PT Pertamina (Persero) yang kini duduk sebagai kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, terkesan ‘mengkerdilkani’ peran perseroan, terkait komentarnya soal penurunan lifting migas di blok terminas.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, komentar Dwi Soetjipto yang menyatakan bahwa keputusan pengelolaan Blok Corridor pascaberakhirnya kontrak pada 2023 yang diberikan kepada ConocoPhillips lebih ditinjau dari kemampuan Pertamina sangat miris.
“Versi Dwi Soetjipto, kemampuan Pertamina dalam mengelola blok migas terminasi, di mana terus terjadu penurunan lifting, menjadi pertimbangan besar dalam pengelolaan Blok Corridor. Tapi dia (Dwi Soetjipto) lupa bahwa penurunan blok migas yang sudah beroperasi diproduksi di atas 30 tahun adalah wajar dan alamiah,” kata Yusri di Jakarta, baru-baru ini.
Yusri berkomentar, dalam mempertahankan produksi migas lazimnya dilakukan pengeboran sumur pengembangan atau menggunakan teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery). Namun, imbuh dia, semua itu tergantung kemampuan kocek Pertamina yang terlalu banyak diberikan beban penugasan oleh pemerintah.
“Sehingga, kalau Dwi Soetjipto berbicara meragukan kemampuan profesionalitas SDM di sektor hulu Pertamina itu ibarat menteri ESDM dan kepala SKK Migas sama dengan menampar muka sendiri,” tegas dia.
Penegasan dia, sesungguhnya menteri ESDM dan kepala SKK Migas yang bertanggung jawab soal pembinaan teknis di sektor hulu migas. “Harus juga dilihat bukti profesional Pertamina ketika mampu meningkatkan produksi Blok West Madura Offshore dan ONWJ ketika dulu diambilalih dari operator asing 10 tahun yang lalu,” ujar dia.
Yusri mengungkapkan, Dwi Soetjipto mungkin juga lupa sewaktu dia menjadi dirut Pertamina pada 2017 pernah membeli aset blok migas di luar negeri terlalu mahal, yaitu ketika membeli blok migas masih status eksplorasi di tiga negara Afrika, yaitu Gabon, Tanzania dan Nigeria dari perusahaan Maurel & Prom, Prancis seharga puluhan triliun dengan total cadangan hanya 250 juta barel.
“Apakah itu tidak konyol? Dwi Soetjipto harus bisa membuktikan apa hasil dari membeli blok di luar negeri tersebut bagi penerimaan keuangan Pertamina . Sebaiknya Dwi Soetjipto jangan asal bunyi dan meremehkan serta mengkerdilkan peran Pertamina,” jelas dia.
Menurut Yusri, risiko yang diambil Dwi Soetjipto ketika membeli blok migas di luar negeri, terutama untuk blok yang belum beroperasi, jauh lebih mahal dibanding dengan meneruskan blok operasi terminasi.
“Tapi saat itu Dwi Soetjipto sangat yakin akan kemampuan Pertamina. Namun, kini omongannya berubah. Anehnya, pemerintah memercayakan jabatan kepala SKK Migas saat ini kepada dia. Dwi Soetjipto adalah bukti bahwa ketika Pertamina dipimpin oleh orang ‘indekost’ maka hasilnya tidak akan mumpuni, dan kini malah dikasih jabatan yang lebih besar. Akan semakin rusak sektor migas di republik ini,” tegas dia.
Reporter: Sam.