Tamasya.id – Telah lama didengung-dengungkan bahwa pemerintah Indonesia berupaya menjalankan Visi 25/25, yaitu bagaimana agar penggunaan energi baru dan terbarukan dapat mencapai 25 persen dari keseluruhan energi pada tahun 2025.
Visi tersebut dinilai penting antara lain guna menurunkan emisi karbondioksida (CO2) sebesar enam persen atau sekitar 38 juta ton ekuivalen CO2 pada tahun 2020.
Namun kenyataanya pada saat ini penggunaan energi di Tanah Air masih didominasi oleh sumber energi fosil, yang diperkirakan mencapai sekitar 95 persen.
Karena itu, sejumlah pihak juga terus mendesak pemerintah harus mesti benar-benar mengutamakan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan dan tidak lagi bergantung kepada penggunaan sumber energi yang berpotensi mencemari lingkungan seperti batubara dalam proyek PLTU.
“Apa yang terjadi di Batang (Jawa Tengah) adalah sebuah ironi, ambisi pemerintah untuk melanjutkan pembangunan PLTU Batubara Batang,” kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto.
Menurut Arif, penggunaan batubara sebagai sumber energi sama saja memaksakan pembangunan proyek energi “kotor” yang bertolak belakang dengan komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengutamakan pengembangan energi terbarukan serta ikut serta dalam mengatasi perubahan iklim pada Konferensi Perubahan Iklim di Paris, 2015.
Pengembangan energi baru dan terbarukan di berbagai daerah tidak hanya persoalan pembangunan infrastruktur, namun juga harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di daerah itu.
“Dalam membangun bukan hanya infrastruktur yang diperhatikan, tetapi juga kapasitas manusianya mesti disiapkan,” kata Staf Ahli Menteri ESDM Tri Mumpuni dalam seminar tentang penggunaan energi baru dan terbarukan di Jakarta, Kamis (21/4).
Menurut Tri Mumpuni, faktor SDM sangat penting antara lain mengingat banyaknya pengembangan penerapan sumber energi baru dan terbarukan yang dilakukan di daerah terpencil sehingga jarang ditemukan SDM berkualitas.
Dia mengemukakan, negara jiran seperti Malaysia saat ini telah memiliki dana yang besar untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan yang tidak hanya untuk pembangunan tetapi juga pelatihan para pekerjanya.
Sebab itu, lanjutnya, berbagai sumber energi tenaga surya yang telah disebarkan di berbagai daerah di Tanah Air ada yangmandeg atau mangkrak adalah karena tidak adanya pelatihan untuk menguasainya.
Ia mengakui bahwa ini adalah tugas pemerintah agar dapat mengajak dan melibatkan secara aktif masyarakat di daerah agar dapat memahami infrastruktur energi baru dan terbarukan.
Hal tersebut bermanfaat antara lain bila terjadi kerusakan misalnya dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), maka masyarakat sendiri juga dapat memperbaiki serta merawat sumber energi tersebut.
Telah ada lebih dari 100 lokasi pemasangan PLTS tetapi menurut Tri, proyek tersebut kualitasnya kurang bagus dan kompetensi teknis bagi anggota masyarakatnya juga tidak dipersiapkan secara memadai.
“Ini merupakan pekerjaan rumah pemerintah guna menciptakan pelatihan kepada masyarakat,” ucapnya.
Tri meyakini, Indonesia mampu memberdayakan penggunaan energi terbarukan karena sumbernya melimpah dan banyak jenisnya yang dapat ditemukan di berbagai daerah.
Dia mencontohkan, Indonesia kaya akan geothermal atau panas bumi tetapi memang diakui teknologinya masih mahal dan sulit.
Selain itu, ujar dia, bahkan untuk hal-hal yang terkadang kerap terlupakan seperti kotoran hewan ternak sebenarnya juga bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Ia menginginkan agar jangan langsung berpuas diri bila sudah bisa memasang banyak panel surya di berbagai daerah, karena tanpa keterlibatan masyarakat maka pembangkit listrik terbarukan tersebut juga dapat tersia-siakan.
Tri memaparkan bahwa Kementerian ESDM memiliki program yang dikenal sebagai Patriot Energi yang mencari anak muda yang mau menjelajahi daerah terpencil untuk membuat sumber tenaga listrik di daerah tersebut.
Program yang diluncurkan pada tahun 2005 itu telah menyeleksi sebanyak 3.600 pendaftar dan setelah proses seleksi akhirnya diperoleh 80 orang yang mengikuti program Patriot Energi.
Sedangkan untuk gelombang kedua akan dibuka pendaftaran pada Mei 2016 dan hasil mereka yang terpilih rencananya bakal dikirimkan pada Juli 2016.
Persyaratan bagi mereka yang ingin menjadi Patriot Energi adalah kompetensi teknis, berdaya juang tinggi, berjiwa sosial-optimis, dan ikhlas.
Saat ini, lanjutnya, masih belum terlambat bagi pemerintah guna membatalkan proyek energi itu dan menunjukkan kepemimpinan dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Dorong inovasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menginginkan kebijakan yang lebih inovatif dalam mengatasi permasalahan energi terutama karena banyaknya sumber energi terbarukan yang ada di Republik Indonesia.
“Banyak akses terhadap energi masih terbatas, listrik juga masih minim, sehingga memang diperlukan inovasi-inovasi bagaimana mengatasi masalah energi kita,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang BUMN Adi Satria Sulisto.
Hal itu, ujar dia, karena terbatasnya pasokan energi di tengah kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat seharusnya menjadi perhatian utama dari semua kalangan untuk berusaha menciptakan inovasi baru dari sumber-sumber energi alternatif yang ada di Indonesia.
Ia memaparkan, beragam sumber energi alternatif yang melimpah di Indonesia antara lain tenaga air, biogas, angin, panas bumi dan lain-lain.
“Tentunya pengembangan energi baru dan terbarukan harus terus kita kembangkan,” katanya.
Adi juga mengutarakan harapannya agar ke depannya, Indonesia bisa lebih mandiri dalam pengadaan energi.
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, pihaknya mendorong inovasi sektor energi yang dilakukan dengan pemanfaatan maksimal energi baru terbarukan (EBT) serta konservasi energi yang bermanfaat langsung ke masyarakat.
“Sumber energi di Indonesia saat ini masih terfokus di energi fosil. Cadangan energi fosil yang hanya mampu bertahan sekitar 10-13 tahun mendatang, tidak dapat membawa Indonesia ke kondisi yang diharapkan di tahun 2045,” paparnya dan menambahkan, hal itu sehingga pemanfaatan sumber energi lain seperti matahari, air, angin dan sumber alternatif lain yang berkelanjutan menjadi salah satu solusi.
Ia mengemukakan bahwa transformasi energi dari fosil ke energi bersih dan terbarukan akan berdampak besar pada pengeluaran dana pembangunan dari APBN, jaringan ke daerah terpencil serta tersedianya sumber energi yang berkelanjutan.
“Pengembangan sektor EBT tidak boleh lagi hanya sebagai ‘lampiran’. Kita akan tempatkan tema-tema EBT di depan. Salah satunya dengan mempersiapkan Dana Ketahanan Energi (DKE) mengingat umumnya EBT perlu teknologi tinggi berbiaya besar,” ujar Sudirman.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, sekitar sekitar 12.659 desa di Indonesia belum sepenuhnya menikmati listrik, dan 65 persen desa tersebut berada di kawasan timur Indonesia.
Untuk itu, ujar dia, pemerataan akses listrik ke seluruh wilayah Indonesia melalui salah satunya program Indonesia Terang, butuh kesiapan besar baik dari segi infrastruktur, jenis sumber energi yang akan digunakan serta pembiayaan.
“Listrik adalah jendela peradaban. Pemerataan akses listrik akan membuat pendidikan terbuka, kesehatan terbantu yang berujung pada penguatan ekonomi,” tegas Menteri ESDM.
Aditya | Ant