Eksplorasi.id – BP Indonesia menilai penurunan anggaran cost recovery atau pengembalian biaya operasi migas akan membuat pelaku usaha berbenah. Penurunan cost recovery dalam anggaran perubahan tahun ini menjadi momentum bagi kontraktor migas asal Inggris ini mengatur biaya operasi untuk kelangsungan usahanya.
Country Head BP Indonesia Dharmawan Samsu mengatakan penurunan cost recovery merupakan keinginan dari kontraktor migas. Semua kontraktor migas pasti ingin biaya yang dikeluarkannya berkurang, meski nantinya akan diganti oleh pemerintah melalui cost recovery.
Para kontraktor migas akan berupaya mengurangi biaya, sebagai imbas dari rendahnya harga minyak dunia. “Harga minyak dunia yang tadinya US$ 100 per barel, turun ke US$ 50 per barel, berarti kan 50 persen. Artinya cost (biaya) kami turun 50 persen,” kata dia kepada Katadata pekan lalu.
Meski demikian dia menjelaskan bahwa cost recovery dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan sektor migas. Biar bagaimanapun penerimaan migas yang didapat pemerintah dari sektor migas pasti lebih besar dari cost recovery yang dibayarkan kepada kontraktor.
Sementara itu Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto mengatakan cost recovery berpengaruh pada jumlah volume migas yang produksi kontraktor. Penurunan anggaran cost recovery akan membuat produksi migas berkurang.
Dengan menurunnya anggaran ini, kontraktor juga akan menyesuaikannya dengan pengeluaran mereka melalui revisi rencana kerja dan anggaran (WP&B) tahun ini. “Sekarang kami sedang revisi anggaran dan belum selesai pembahasannya,” ujarnya.
Wakil Kepala SKK Migas M.I Zikrullah mengatakan penurunan anggaran cost recovery secara otomatis berdampak pada pengurangan kegiatan eksplorasi migas. Padahal eksplorasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas. Apalagi Indonesia saat ini sedang defisit produksi migas untuk mencukupi kebutuhan nasional.
Kegiatan pengeboran sumur eksplorasi juga sudah menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat saat 2011, jumlah pengeboran sumur eksplorasi mencapai 107 sumur.
Kemudian turun menjadi 106 sumur pada tahun berikutnya, dan 101 sumur pada 2013. Jumlahnya kembali turun menjadi 83 sumur pada 2014 dan hanya 52 sumur pada tahun lalu. Hingga April tahun ini, pengeborannya mencapai 10 sumur.
“Biayanya (anggaran cost recovery) sekarang turun jadi US$ 8 miliar. Saya khawatirnya kalau support (dukungan pemerintah) agak kurang,” kata Zikrullah. Dia khawatir penurunan anggaran cost recovery akan membuat target lifting migas tahun ini sulit tercapai.
Dalam pembahasan APBN-P 2016, target lifting minyak tahun ini sebesar 820 ribu barel per hari (bph) dan gas 1.150 ribu barel setara minyak per hari (bsmph). Memang lebih rendah dibandingkan target dalam APBN 2016, yakni 830 bph minyak dan 1.155 ribu bsmph gas.
Meski demikian, berdasarkan perhitungan SKK Migas, untuk mengejar target lifting dalam APBN-P 2016 dibutuhkan anggaran cost recovery sebesar US$ 12 miliar. Masih ada selisih kekurangan sebesar US$ 4 miliar dari anggaran yang ditetapkan Badan Anggaran.
Sekadar informasi, hasil keputusan rapa Badan Anggaran (Banggar) DPR pekan lalu menetapkan biaya cost recovery sebesar US$ 8 miliar. Angka ini jauh lebih rendah dari alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2016 sebesar US$ 11,4 miliar.
Eksplorasi | Aditya