Eksplorasi.id – Instruksi presiden dalam membangun dunia industri dengan menurunkan harga gas sangat positif, dan harus di dukung semua pihak.
Indonesia sudah bukan lagi negara pengekspor migas, penurunan produksi migas dan tidak ditemukan lagi cadangan migas baru merupakan tanda-tanda bahwa Indonesia bukan lagi negara kaya akan sumber daya alam. Hal ini harus kita sadari bersama.
Dengan catatan ini dan sesuai dengan amanat UUD 1945, sumber daya alam harus dapat di nikmati oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, sumber daya migas harus di gunakan sebagai lokomotif utama dalam menggerakan ekonomi dalam negeri, bukan menjadi sumber pendapatan negara lagi.
Negara akan diuntungkan dengan perpajakan industri dan efek ganda dari pengembangan sektor industri berbasis gas, karena industri tersebut akan menarik investasi dan menyerap banyak tenaga kerja. Ada tiga hal yang harus diperhatikan agar penurunan harga gas memungkinkan.
Harga gas di hulu bisa turun
Efisiensi dari biaya operational dalam memproduksikan gas harus menjadi perhatian. Sementara, kegiatan eksplorasi harus tetap di dukung untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga membuat keekonomian menjadi lebih tinggi.
Peran SKK Migas sebagai badan pengawas harus lebih maksimal dalam mencapai tujuan akhir. Migas harus di gunakan sebagai agent of development, di mana pendapatan pajak dan efek ganda dari pembangunan ekonomi akan jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Oleh sebab itu bagi hasil bagian pemerintah bisa ditinjau lagi agar harga gas di hulu bisa lebih rendah. Namun harus diingat bahwa kontrak yang sudah di sepakati harus tetap di hormati.
Lakukan pembenahan terhadap mata rantai transmisi dan distribusi. Pemerintah cq Kementerian ESDM harus ambil alih kebijakan dan pengaturan.
Toll fee harus di hitung ulang menggunakan angka masa penggunaan pipa (lifetime) yang wajar sebagai bilangan pembagi sehingga biaya deprisiasi menjadi optimum.
Badan penyangga tidak boleh berorientasi korporasi untuk profit namun harus non profit seperti layaknya Bulog di sektor pangan agar tidak terjadi conflict of interest.
Badan penyangga tersebut harus berperan sebagai penyeimbang harga. Swasta jangan dimatikan dan harus dirangkul dalam pengembangan infrastruktur gas.
Suku bunga bank menjadi komponen biaya utama dalam melakukan kegiatan migas baik hulu maupun hilir. Namun peranan bank nasional sangat terbatas terutama di hulu.
Dengan suksesnya program tax amnesty pemerintah, seharusnya perbankan nasional di dorong untuk berkontribusi lebih dalam dan turut aktif dalam pengembangan industri migas dengan beban biaya bunga yang kompetitif dibandingkan dengan institusi asing.
Selain penurunan harga gas, neraca gas juga harus optimal. Keekonomian lapangan migas di hulu berbeda satu dan lainnya sesuai dengan kesulitan lapangan dan potensial yang ada.
Profiling lapangan hulu sangat di butuhkan dalam menyempurnakan neraca gas. Alokasi industri harus tepat dan sesuai dengan neraca tersebut. Prioritas harus di utamakan kepada industri yang membutuhkan gas sebagai bahan dasar utama.
Oleh : Dito Ganinduto*
*Anggota DPR RI Komisi VII