Eksplorasi.id – Rencana PT Pertamina (Persero) membangun dua kilang minyak baru masih terkendala lahan. Alhasil, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi ini belum memutuskan lokasi pembangunan dua kilang anyar tersebut.
Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, kilang tersebut rencananya akan dibangun antara tahun 2025 hingga 2030. Untuk itu, Pertamina sedang mencari lokasi lahan yang tepat.
Pertamina telah mengidentifikasi tiga lokasi strategis untuk membangun dua kilang tersebut. Yakni di wilayah regasifikasi Arun di Aceh; wilayah Karimun, Kepulauan Riau; dan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, Pertamina belum memutuskan lokasi yang tepat di tiga wilayah itu.
Menurut Hardadi, Pertamina mempertimbangkan beberapa hal saat menentukan lokasi pembangunan kilang. Antara lain kondisi lokasinya, letak demografis, kemampuan pasokan minyak dan ketahanan stoknya.
“Kalau lokasi bagus (tapi) penduduk jarang, itu juga agak repot,” ujar dia saat konferensi pers di kantor RDMP, Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (9/6).
Ia mengatakan rencana pembangunan kedua kilang tersebut sudah masuk dalam peta jalan (roadmap) pembangunan kilang baru Pertamina untuk mencapai swasembada bahan bakar minyak (BBM) pada 2030. Selain proyek tersebut, Pertamina memiliki beberapa proyek kilang lainnya.
Kilang baru akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur dan Tuban, Jawa Timur. Sementara program modifikasi kilang dilakukan di Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Namun, saat ini, Plaju belum menjadi fokus Pertamina.
Dengan kapasitas saat ini ditambah kilang baru Tuban, Bontang dan RDMP, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor BBM pada akhir 2023. “Kalau berlebih maka itu saatnya Indonesia pertimbangkan ekspor di ASEAN,” ujar dia.
Tapi, dari hitungan Pertamina, konsumsi BBM akan kembali meningkat hingga 2,6 juta barel per hari (bph) pada 2030. Penambahan dua kilang baru ini yang berkapasitas sekitar 600 ribu bph diharapkan bisa menutup kekurangan tersebut. Mengingat masing-masing kilang berkapasitas 300 ribu bph.
Untuk menunjang proyek kilang tersebut, Pertamina juga membutuhkan pasokan minyak mentah. Saat ini, dengan kapasitas kilang sebesar satu juta barel per hari (bph), sekitar 40 persen atau 350 ribu bph kebutuhan minyak mentah berasal dari impor.
Ketika kilang RDMP telag beroperasi, Pertamina juga segera mencari sumber pasokan minyak mentah lain, termasuk dari Iran atau Arab Saudi. “Karena sampai sejauh ini, kami belum bisa mengolah minyak jenis sour. Itu kenapa selama ini kami impor, karena kilang kami juga tidak bisa mengolah minyak mentah domestik yang berjenis sweet,” ujar dia.
Eksplorasi | Aditya | katadata