Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) berusaha mengurangi impor dengan pengembangan tiga ladang minyak di luar negeri.
Ketiga lapangan tersebut yakni, dari lapangan Iraq, Aljazair, dan Malaysia. Melalui anak usaha Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP), tahun ini ditargetkan bisa dibawa pulang minyak 16 juta barel.
Direktur Utama PIEP Slamet Riadhy mengungkapkan, optimisme itu muncul karena jumlah produksi terus meningkat. Dari target 104,95 ribu barel setara minyak per hari (boepd), per September produksi minyak dan gas (migas) menembus 120,59 ribu boepd.
’’Produksi itu dari periode delapan bulan pertama. Sekitar 15 persen di atas target,’’ katanya seperti dikutip Eksplorasi.id. Capaian tersebut, lanjut dia, juga lebih tinggi 7 persen dibanding realisasi tahun lalu. Sebab, pada 2015 produksinya sebesar 112,1 ribu boepd.
Dengan fakta tersebut, Slamet optimistis produksi rata-rata 2016 mencapai 125 ribu boepd. Dia yakin patokan yang lebih tinggi dari target itu bisa dicapai karena produksi Jumat (16/9) saja menembus 150 ribu barel. Meski demikian, dia tidak berani mematok target lebih tinggi karena ada kalanya terjadi shutdown.
Slamet menambahkan, sampai Agustus, sudah 20 kali pengapalan minyak ke kilang Pertamina dengan total volume 7,89 juta barel. Perinciannya, sebanyak 19 pengapalan dengan volume 5,94 juta barel ke kilang Balikpapan, Cilacap, dan Balongan. Minyaknya berasal dari Aljazair dan Malaysia.
’’Sisanya, dari Iraq dikirim untuk crude processing deal (CPD),’’ terangnya. Sebagaimana diketahui, Pertamina sudah bekerja sama dengan Shell untuk mengolah minyak di kilang Singapura. Rencananya, tiap bulan Pertamina mengolah 1 juta barel agar menjadi produk jadi seperti premium, pertamax, maupun avtur.
Dari produksi tersebut, Slamet menyebut hasil penjualan minyak ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina mencapai USD 336,6 juta atau Rp 4,8 triliun. Meski satu perusahaan, proses bisnis tetap berjalan seperti biasa. ’’ISC juga tidak akan mengambil minyak kami kalau harganya lebih mahal,’’ terangnya.
Namun, selama ini, Slamet bisa menyediakan minyak untuk ISC dengan harga yang lebih rendah dibanding lainnya. Sebab, produksi minyak di luar negeri lebih murah dibanding dalam negeri yang didominasi lapangan tua. Menurut Slamet, itu lebih efisien sampai 70 persen dibanding dalam negeri.
’’Yang biayanya mendekati hanya dari lapangan Malaysia karena offshore,’’ urainya. Saat disinggung soal nilai investasi yang sudah dikeluarkan PIEP, Slamet menyebut sekitar USD 100 juta atau Rp 1,3 triliun. Tahun depan, sangat mungkin investasi naik sampai 40 persen karena ada beberapa pengeboran lagi.
Dia lantas menjelaskan, kontribusi terbesar bersumber dari Iraq dengan tingkat produksi net to share 43,7 ribu boepd. Kesuksesan di Iraq tidak lepas dari penerapan waterflood program. Program tersebut berhasil meningkatkan produksi net to share PIEP sebesar 6.090 boepd.
Sementara itu, di Malaysia, produksi meningkat setelah ada efek positif dari injeksi air dan gas. Untuk Aljazair, mesin yang idle berhasil dijalankan lagi dengan Overhaul C-431 MLN Moto Compressor di lapangan MLN. ’’Peningkatan signifikan terjadi dalam tiga bulan terakhir,’’ ungkapnya.
Untuk menjaga performa agar tidak turun, PIEP hingga Agustus telah merealisasikan pengeboran 1 sumur eksplorasi, 12 sumur pengembangan, dan 76 sumur kerja ulang untuk seluruh aset. Sampai akhir tahun, pengeboran sumur pengembangan akan bertambah menjadi 16 sumur dan kerja ulang menjadi 91 sumur.
Sumber: JawaPos