Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) dan Open Joint-Stock Company (OJSC) Rosneft Oil Company telah meneken framewok agreement. Perjanjian itu untuk menindaklanjuti kerja sama dua perusahaan untuk membangun Grass Root Refinery Tuban, dan peluang kerja sama di bisnis hulu lainnya.
Penandatanganan dilakukan Kamis (26/5) malam. Perjanjian diteken oleh Direktur Pengolahan Pertamina, Rachmad Hardadi, dan VP for Refining Petrochemicals, Commerce and Logistics Rosneft, Didider Casimiro di Kantor Pusat Pertamina.
Acara seromoni tersebut dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri BUMN Rini Soemarno, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Sayangnya, Menteri ESDM Sudirman Said tidak hadir dalam acara tersebut.
Dwi Soetjipto dalam sambutannya mengatakan, pihaknya sangat gembira dengan penandatanganan kerja sama tersebut. Pasalnya, imbuh dia, sudah lama sekali Indonesia tidak membangun kilang baru. Kilang terakhir yang dibangun adalah Kilang Kasim di Sorong yang beroperasi mulai 1997.
Baca juga: http://eksplorasi.id/investor-kilang-tuban-saudi-aramco-mundur-karena-tersinggung/
“Sudah 26 tahun Indonesia tidak membangun kilang baru. Dua terakhir kilang yang dibangun adalah Kilang Kasim di Sorong yang on stream 1997 dan Kilang Indramayu di Balongan 1994. Tentu saja proyeknya dimulai sebelum 1990,” kata Dwi.
Dia menjelaskan, proses lelang hingga terpilihnya Rosneft telah memerhatikan prinsip tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG). Menurut Dwi, ada enam faktor penilaian dalam proses seleksi. Rosneft terpilih sebagai pemenang karena pengalaman, kapabilitas, dan tawarannya paling menguntungkan Pertamina.
“Rosneft menunjukkan keunggulan-keunggulan untuk bermitra dengan Pertamina. Rosneft adalah salah satu perusahaan migas terbesar di dunia dengan pengalaman signifikan di bidang kilang,” jelas Dwi.
Dia mengungkapkan, tawaran dari Rosneft di antaranya adalah kerja sama di bisnis hulu migas di Rusia dan alih teknologi kilang. “Rosneft menawarkan share. Kami bisa ikut memiliki porsi produksi minyak mentah di Rusia. Rosneft pun menawarkan share knowledge termasuk desain kilang baru Tuban, sehingga penyelesaiannya (kilang) bisa dipercepat 7-12 bulan,” ujar Dwi.
Baca juga: http://eksplorasi.id/investor-kilang-tuban-rosneft-masuk-aramco-terpental/
Dwi berkomentar, seusai seremoni tanda tangan malam ini maka pihaknya akan kick off untuk proses Bankable Feasibility Studies (BFS) dan start diskusi-diskusi untuk joint venture pembangunan kilang baru di Tuban.
Kilang baru tersebut, lanjut Dwi, sangat dibutuhkan karena saat ini 50 persen kebutuhan bahan kabar minyak (BBM) Indonesia harus dipenuhi dari impor.
“Kapasitas kilang kita adalah 1 juta barel per hari (bph) tapi secara efektif hanya 800 ribu bph. Dengan konsumsi gasoline 1,6 juta bph maka Indonesia harus mengimpor 50 persen kebutuhan,” kata dia.
Agar impor BBM dapat ditekan, terang Dwi, hingga 2025 Pertamina akan memodifikasi (upgrade) empat kilang minyak yang sudah ada dan membangun dua kilang baru, yaitu di Tuban dan Bontang.
“Total kapasitas kilang ditargetkan sampai 2025 adalah 2,23 juta bph. Pada minggu ini telah ada perkembangan berarti untuk Kilang Cilacap yang bekerja sama dengan Saudi Aramco. Dan juga telah digarap dengan berbagai persiapan untuk RDMP Balikpapan senilai USD 2,6 miliar,” tutup Dwi.
Di sisi lain, Menteri ESDM Sudirman Said enggan berkomentar perihal dipilihnya Rosneft menjadi mitra Pertamina di kilang Tubang apakah layak atau tidak.
“Saya tidak boleh berpendapat,” kata Sudirman, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (26/5).
Baca juga: http://eksplorasi.id/aramco-vs-rosneft-kemenangan-geng-solo-melawan-geng-jogja/
Sudirman mengaku belum mendapat informasi mengapa Rosneft yang dipilih. Dia menambahkan, pertimbangan dan penilaian adalah kewenangan Pertamina sepenuhnya sebagai korporasi. “Soal Rosneft saya belum tahu, memilih siapa pun itu keputusan korporasi dan itu domain Pertamina,” elak dia.
Aditya