Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) mengungkapkan bahwa dulu sektor industri mensia-siakan penggunaan gas dalam negeri.
Hal itu diungkapkan oleh Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (7/10). Dahulu, kata dia, Pertamina sangat kesulitan menjual gas di pasar domestik.
“Industri dulu lebih memilih pakai minyak dan solar yang disubsidi secara besar-besaran. Penggunaan gas yang memerlukan infrastruktur penyaluran yang rumit menyebabkan industri lebih memakai solar dibanding gas,” kata dia.
Menurut Didik, bahkan ada BUMN besar yang menolak menggunakan gas. “Alasannya waktu itu repot. Makanya waktu itu kami mengekspor gas,” jelas dia.
Didik bercerita, akibat tidak memeroleh pembeli gas dari dalam negeri, maka pihaknya gas tersebut menjadi liquified natural gas (LNG) yang kemudian diangkut menggunakan kapal (LNG carrier) untuk mengekspor gas tersebut.
Dia menambahkan, keengganan industri menggunakan gas menjadi penyebab utama gas kemudian diekspor secara massif. “Pembangunan infrastruktur gas juga ikut terbengkalai. Tanpa adanya infrastruktur, gas tak bisa dipakai di dalam negeri,” ujar dia.
Didik berkomentar, gas baru dilirik oleh industri dalam negeri dan PT PLN (Persero) ketika Indonesia sudah jadi net importir minyak dan era minyak murah berakhir.
“Solar industri tak lagi disubsidi, harganya jadi mahal sekali. Lantas industri dan PLN baru mengeluh kekurangan pasokan gas. Itu awal ceritanya,” katanya.
Reporter : Ponco S