Eksplorasi.id – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), akan sulit berkembang pascaakuisisi 50 persen sahamnya oleh PT PLN (Persero).
“Setelah diakusisi PLN, belum tentu PGE bisa berkembang, karena mereka akan menghadapi constraint (keterbatasan) permodalan,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa di Jakarta, ditulis Rabu (24/8).
Di sisi lain, lanjutnya, pengusahaan panas bumi memiliki risiko terbesar pada eksplorasi dan mengelola kinerja serta kualitas cadangan (reservoir). “Kedua hal ini bukan kompetensi PLN, melainkan kompetensi Pertamina,” ujarnya.
Fabby juga mengatakan, akuisisi PGE oleh PLN akan memberikan dampak buruk pada pelaku usaha lain. Menurut dia, PLN akan mendapatkan keuntungan besar, karena bisa memiliki aset pembangkit PGE dan di kemudian hari, PLN bisa menjadi penentu harga listrik panas bumi.
“Apabila ini yang terjadi maka dampaknya akan buruk bagi pelaku usaha lainnya, karena kualitas sumber daya panas bumi yang dimiliki PGE adalah cadangan kelas satu, yang secara ekonomi lebih tinggi dengan nilai investasi lebih rendah,” ungkap dia.
Oleh karena itu, Fabby menilai akuisisi 50 persen saham PGE oleh PLN tidak berdampak positif bagi pengembangan panas bumi di Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Poernomo juga mengatakan, karakteristik pengusahaan panas bumi serupa dengan minyak dan gas yakni memiliki biaya operasional tinggi, tingkat kegagalan yang besar, dan pengembalian modal yang minim. “Kondisi ini berbeda dengan pengusahaan pembangkit, yang cenderung beresiko rendah,” katanya.
Akibatnya, lanjutnya, jika PLN ikut masuk dalam pengusahaan panas bumi, maka pemanfaatannya berpotensi tidak berkembang dikarenakan keputusan investasi harus disetujui PLN dan PGE yang mempunyai mitigasi risiko yang berbeda
“Pengambilan keputusan akan berlarut dan malah cenderung untuk tidak berinvestasi,” tegasnya.
Pada akhirnya, menurut Abadi, dikhawatirkan tidak ada investasi dan pengembangan panas bumi menjadi mangkrak. Kalaupun berjalan, tambah Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut, biaya operasional mesti dikurangi yang berdampak pada tinggginya tingkat penurunan produksi (decline rate) dan juga berpotensi menyebabkan kerusakan pembangkit sebagai akibat penundaan pemeliharaan (turn arround/TA).
Pemerintah berencana mengalihkan 50 persen saham PGE ke PLN dengan tujuan mempercepat pemanfaatan panas bumi. Target pemerintah, pada akhir 2016, penggabungan PGE-PLN tersebut selesai.
Reporter : Ponco Sulaksono