Eksplorasi.id – Direktorat Jenderal (Ditjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, kebocoran pipa penyalur gas milik CNOOC SES Ltd. di Perairan Bojonegara, Banten mulai terindikasi ketika terjadi penurunan tekanan di Gas Metering System (GMS) Cilegon dari 765 psig ke 19 psig pada pukul 08.51 WIB pada Senin pagi, (9/07).
“Terindikasi terdapat kebocoran pada pipa gas dari Gas Plant Pabelokan ke GMS Cilegon,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan selaku Kepala Inspeksi Ditjen Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih, Senin (9/07).
Soerjaningsih menjelaskan pada pukul 09.00, langsung dilakukan isolasi terhadap pipa yang menuju ke Pabelokan dengan menutup block valve di lokasi pengiriman. Lalu pada pukul 09.30, dari pemeriksaan visual di lepas pantai Cilegon dari jarak 1,5 kilometer (km) dari bibir pantai terlihat buble dan di sekitar lokasi kejadian terlihat adanya kapal yang melintas.
“Pukul 09.35 termonitor tekanan menjadi 445 psig di lokasi pengiriman. Pukul 11.00 termonitor tekanan sudah menjadi 100 psig dan semakin menurun di lokasi pengiriman,” katanya.
Adapun penanganan sementara yang dilakukan, antara lain menutup block valve di lokasi gas plant, mengurangi tekanan sumur (choke feed) sumur daerah mila-a, asti-a, dan banuwati-a.
Kemudian mematikan kompresor sumur di zelda dan gas yang masih diproduksi dialihkan ke flaring, serta mengamankan area lokasi kejadian dengan radius 1 km dari titik buble dari nelayan dengan menurunkan angkatan laut dan tim satuan pengamanan dari CNOOC.
“Tim dari CNOOC telah mengirimkan diver dan DSV untuk melakukan investigasi penyebab kejadian tersebut. CNOOC juga bekerja sama dengan TNI AL sedang mengidentifikasi kapal yang melintasi daerah terbatas pipa penyalur gas tersebut,” kata Soerjaningsih lagi.
Sementara itu, menurutnya kejadian ini memiliki potensi bahaya terhadap lingkungan yang sangat rendah karena kandungan gasnya dengan kemurnian 95% gas dan 5% CO2 sehingga kecil kemungkinan terdapat kondesat. Sedangkan potensi bahaya terhadap masyarakat ditangani dengan mengamankan lokasi kejadian.
“Tim dari Ditjen Migas terdiri dari Direktur Teknik dan Lingkungan, Kasubdit Keselamatan Hulu dan Inspektur Migas akan menuju lokasi kejadian,” katanya.
Dampak kejadian ini adalah penurunan suplai gas ke PLN dari 56 BBTUD menjadi 0 BBTUD. Penurunan suplai ini dimungkinkan dapat disuplai dari PT Perusahaan Gas Negara (SSWJ I) maksimum 40 BBTUD.
Tutup LNG Bojonegara
Sementara itu, akibat dari kebocoran pipa penyalur gas milik CNOOC SES Ltd. di Perairan Bojonegara, Banten, PT Pertamina (Persero) secara resmi menghentikan proyek pembangunan terminal regasifikasi LNGtersebut.
Hal ini terungkap setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Migas Komisi VII DPR yang berlangsung tertutup dengan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dirut PT PLN (Persero), dan Plt. Dirut PT Pertamina (Persero) pada Senin (9/07).
Nicke Widyawati, Plt. Dirut Pertamina mengatakan perusahaannya tidak melanjutkan proyek Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal karena tidak layak. Rendahnya permintaan gas menjadi penyebab utama ketidaklayakan proyek.
“Hari ini kita tidak lanjutkan karena belum feasible untuk dilanjutkan. Waktu itu demand gas turun sehingga tidakfeasible secara bisnis,” katanya.
Nicke menegaskan Head of Agreement (HOA) proyek PT Bumi Sarana Migas (BSM) – Kalla Grup – ini sudah tidak berlaku (expired). HOA tersebut, sambungnya, tidak diperpanjang kembali dengan pertimbangan ketidaklayakan itu.
“Kita lihat kebutuhan listrik, kan demand terbesar di listrik untuk pembangkit. Nanti kita lihat saja. Kita akan ada perencanaan bersama. Tak ada kerugian,” jelas Nicke.
Seperti diketahui, proyek yang dimulai sejak 2014 ini diperkirakan membutuhkan penanaman modal senilai US$600 juta – US$700 juta. Investasi ini diperlukan untuk membangun terminal dengan kapasitas 500 mmscfd, setara dengan 4 juta ton.
Dalam perjalannya, keberlangsungan proyek ini sempat disorot pascaterkuaknya percakapan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang membahas besaran saham di proyek tersebut.
Pasalnya, perusahaan listrik itu akan menyerap 60% gas hasil produksi di fasilitas ini. Namun, karena tidak menemui titik temu terkait saham tersebut, PLN akhirnya mundur dari proyek termasuk sebagai pembeli gas karena dinilai tidak ekonomis.
(SAM)