Eksplorasi.id – PT PLN (Persero) diketahui memeroleh fasilitas pinjaman dari beberapa bank untuk membiayai 85 persen dari nilai kontrak engineering procurement and construction (EPC) untuk program percepatan 35 ribu megawatt (MW).
Pinjaman itu diketahui sepenuhnya dijamin oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden (PP) No 91/2007. Regulasi itu merupakan pengganti dari PP No 86/2006, tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara.
Adapun total fasilitas maksimum pinjaman yang diperoleh PLN mencapai Rp 40,4 triliun plus USD 3,96 miliar, atau setara Rp 52,72 triliun (kurs Rp 13.319), seperti dilansir Eksplorasi.id dari laporan keuangan PLN (tidak diaudit) per 30 Juni 2017.
PLN telah melakukan pembayaran kembali (repayment) sebesar Rp 4,7 triliun pada 2017 dan Rp 9,35 triliun pada 2016. Fasilitas pinjaman terbesar di antaranya diperoleh dari pinjaman sindikasi yang dikoordinasikan oleh BRI yakni sebesar Rp 3,94 triliun untuk proyek PLTU Lampung dan PLTU Sumatera Utara.
Kemudian, Bank DKI sebesar Rp 4,73 triliun untuk pembiayaan sejumlah proyek pembangkit. Seperti PLTU Naganraya, PLTU 2 NTT, PLTU 1 NTB, PLTU Sumbar, PLTU 2 Kalbar, PLTU 4 Babel, PLTU Malut, PLTU Sulteng, PLTU 1 NTT, PLTU 2 Sulut, PLTU Gorontalo, PLTU 2 NTB, dan PLTU 1 Kalteng.
Selain kedua sindikasi perbankan tersebut, perbankan lainnya yang memberikan pinjaman kepada PLN antara lain, Bank of China Limited, dan The Export-Import Bank of China.
Lalu ada pula dari Banking Division of Barclays Bank PLC and China Development Bank, BNI, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Bukopin, dan BCA.
Reporter : HYN