Eksplorasi.id – Perjanjian pembiayaan (loan agreement) antara konsorsium Cirebon Power dengan tiga lembaga keuangan, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Korea Eximbank (KEXIM), dan Nippon Export and Investment Insurance(NEXI) telah diteken.
Nilai pembiayaan itu mencapai USD 1,74 miliar atau setara Rp 23,14 triliun (kurs Rp 13.300), terkait pembangunan proyek PLTU Cirebon Ekspansi.
Kesepakatan pembiayaan ini juga akan segera diikuti dengan tuntasnya proses pembiayaan pembangunan (financial close) pada 8 Mei 2017. PLTU Cirebon Ekspansi akan dibangun dengan kapasitas 1 x 1.000 MW atau bisa juga disebut PLTU Cirebon Unit 2.
Sebelumnya, PT Cirebon Energi Prasarana sebagai salah satu pengembang listrik swasta (independent power producer/ IPP) telah menuntaskan kesepakatan pembelian daya (power purchase agreement/ PPA) Proyek Cirebon Ekpansi dengan PT PLN pada 23 Oktober 2015.
Pasca-penandatanganan PPA, Cirebon Power telah memulai berbagai pekerjaan prakonstruksi dengan menggandeng Hyundai Engineering Corporation (HDEC) sebagai main contractor.
Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana Heru Dewanto mengatakan, pihaknya optimistis pembangunan pembangkit dengan teknologi ultra super critical (USC) tersebut bisa dilakukan dalam waktu 51 bulan.
“Kami yakin target operasional atau commercial operation date (COD ) bisa tecapai pada 2021. Kami ingin segera memberi kontribusi tambahan untuk menerangi Nusantara,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (18/4).
Heru menjelaskan, pembangunan PLTU Cirebon Unit 2 dapat memberi manfaat kepada masyarakat yang pada akhirnya bisa memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di wilayah Cirebon, Jawa Barat, dan sekitarnya.
“Nantinya pembangkit listrik dengan teknologi USC ini akan menggunakan batubara kalori rendah, yakni 4.000-4.600 kkal/kg, sehingga dapat melakukan pembakaran dengan efisiensi tinggi dan lebih ramah lingkungan,” jelas dia.
Penjelasan dia, diperkirakan PLTU Cirebon Ekspansi mampu menghasilkan energi sebesar 7.533 GWh per tahun. Daya yang dihasilkan akan memperkuat sistem interkoneksi Jawa-Bali, melalui Gardu Induk Mandirancang 500 kV.
Menurut Heru, saat ini kapasitas terpasang sistem Jawa-Bali sebesar 33.863 MW, dengan daya mampu 31.614 MW dan beban puncak 24.589MW.
Sekedar informasi, berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk, kebutuhan listrik pada 2016 mencapai 217 TWh, naik menjadi 244 TWh pada 2017.
Kemudian, rasio pelanggan pada tahun lalu sebesar 88,5 persen naik menjadi 91,1 persen pada tahun ini. Ada penambahan kapasitas sebesar 80,5 GW yang diperoleh dari PLN 18,2 GW, IPP 45,7 GW, dan unallocated 16,6 GW (2016-2025).
Sementara kebutuhan investasinya terdiri atas, PLN USD 31,9 miliar, IPP USD 78,2 miliar, transmisi USD 29,1 miliar, serta distribusi USD 14,6 miliar (2016-2025).
Data PLN per Maret 2017 menunjukkan, perkembangan proyek listrik 35 ribu MW untuk porsi PLN saat ini dalam tahap perencanaan perencanaan 3.562 MW (34 persen), pengadaan 2.429 MW (23 persen), konstruksi 3.969 MW (37 persen), dan COD 600 MW (6 persen).
Sedangkan untuk porsi IPP rincianannya adalah, perencanaan 3.971 MW (16 persen), pengadaan 5.788 MW (23 persen), sudah kontrak PPA tapi belum konstruksi 8.806 MW (35 persen), dan konstruksi 6.643 (23 persen).
Heru Dewanto menerangkan, Cirebon Power adalah konsorsium sejumlah korporasi multinasional, terdiri atas Marubeni (Jepang), Indika Energy (Indonesia), KOMIPO, Chubu dan Samtan (Korea).
Sebelumnya, Cirebon Power sejak 2012 telah sukses mengoperasikan PLTU Cirebon Unit 1 berkapasitas 660 MW dengan teknologi super critical boiler.
Sejak beroperasi, pembangkit PLTU Cirebon Unit 1 telah berperan sebagai salah satu penopang utama sistem kelistrikan Jawa-Bali dengan menyumbang 4.914 GWh/tahun, dan berhasil menjaga tingkat pasokan listrik (availability factor) sampai 97 persen.
Reporter : Sam