Eksplorasi.id – BPH Migas mengeluarkan surat edaran nomor 3865.E/Ka BPH/2019 tentang pengendalian kuota jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) tertentu (JBT) jenis minyak solar.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa mengatakan, pelarangan dan pembatasan pembelian JBT solar lantaran terjadinya dugaan penyelewengan penggunaan JBT solar dan juga over kuota.
Ia menyebutkan, berdasarkan Nota Keuangan APBN Tahun 2019, volume BBM subsidi (JBT) ditetapkan sebesar 15,11 juta kiloliter (Kl) yang terdiri atas minyak solar sebesar 14,5 juta KL dan kerosene (minyak tanah) sebesar 0,61 juta Kl.
“Jumlah kuota ini lebih kecil dari kuota minyak solar pada 2018 yang ditetapkan sebesar 15,62 juta Kl,” kata Ifan panggilan lain M Fanshurullah Asa di Jakarta, Rabu (21/8).
Ifan menyampaikan, berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan BPH Migas, realisasi volume JBT Solar sampai Juli 2019 sebesar 9,04 juta Kl atau 62% dan diproyeksikan sampai akhir tahun 2019 sebesar 15,31 juta Kl sampai 15, 94 juta Kl.
“Artinya ada potensi over kuota sebesar 0,8 sampai 1,4 juta Kl atau 5,5% sampai 9,6%,” ujar Ifan.
Ifan menjelaskan, penetapan kuota JBT solar sebesar 14,50 juta KL pada 2019 tak lepas dari perkembangan kuota dan realisasi solar pada tahun-tahun sebelumnya.
Kuota solar pada 2015 sebesar 17,05 juta Kl dengan realisasi 14,16 juta Kl, kuota solar 2016 sebesar 15,50 juta Kl dengan realisasi 13,75 juta Kl, kuota solar 2017 sebesar 15,50 juta KL dengan realisasi 14,51 juta Kl, kuota solar pada 2018 sebesar 15,62 juta Kl dengan realisasi 15,58 juta Kl.
“Kami dari BPH Migas sudah prediksi akan terjadi potensi over kuota dari JBT solar pada 2019,” tungkasnya.
Kondisi ini, kata Ifan, diperparah dengan penyalahgunaan JBT subsidi yang tidak tepat sasaran. “Jebolnya kuota tersebut disebabkan maraknya praktik penyelewengan BBM bersubsidi di sejumlah daerah yang industri tambang dan perkebunan sedang menggeliat,” paparnya.
“Kami bersama pihak berwajib akan berkoordinasi melakukan peningkatan pengawasan, pengendalian, sosialisasi hingga penindakan hukum,” ucap Ifan.
Sepuluh daerah dengan tingkat penyalahgunaan BBM subsidi tertinggi berada di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimatan Timur, dan Jawa Timur.
“Jumlah kasus penyalahgunaan BBM subsidi pada 2016 sebanyak 361 kasus, 2017 sebanyak 187 kasus, 2018 dengan 260 kasus, dan 2019 sebanyak 136,” kata Ifan.
Menurutnya, dari jumlah kasus tersebut 140 kasus sudah masuk tahap penyidikan, 75 kasus masuk tahap penuntutan, dan 45 kasus sudah sampai tahap persidangan
“Ada indikasi over kuota ada di 10 provinsi itu, di daerah-daerah yang industri tambang dan perkebunan mulai menggeliat,” tambah Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid.