Eksplorasi.id – Manajemen PT Gasuma Federal Indonesia (GFI) membantah bahwa pihaknya telah melakukan ekspor kondensat. Pasalnya, PT GFI menjual hasil produknya tersebut kepada perusahaan lokal, yakni PT Kimia Yasa dan PT Chandra Asri.
Direktur PT GFI Pudjianto mengatakan, pihaknya merasa terkejut membaca media yang menuduh perusahaannya mengekspor
kondensat. Perseroan sejak awal menjual hasil produksinya kepada Kimia Yasa dan Chandra Asri.
“Saya perlu tegaskan, kalau perusahaan kami hanya menjual pada Kimia Yasa dan Chandra Asri. Namun, dalam perjalanan bisnisnya, Chandra Asri memberikan pada PT Surya Mandala Sakti untuk memasarkannya. Dari mana info itu kalau kami yang ekspor kondensat,” kata dia dalam keterangan tertulis yang dikirim ke Eksplorasi.id, Sabtu (5/11).
Seperti diketahui, sebelumnya diberitakan bahwa Direktur Eksekutif Center of Energy andResources Indonesia (CERI) Yusri Usman menduga bahwa PT GFI mengekspor kondensat ke Singapura dan Thailand, setelah mendapatkan izin dari Ditjen Migas Kementerian ESDM.
Baca juga :
- Izin Ekspor Kondensat PT Gasuma dari Ditjen Migas Diduga Bermasalah
- Kondensat PT Gasuma Diekspor ke Singapura Melalui PT Kimia Yasa
Bahkan, Yusri Usman menjelaskan bahwa rekomendasi ekspor kondensat itu bermasalah, dengan alasan melanggar UU No 22/2001. “Kebutuhan kondensat dalam negeri masih sangat kekurangan, ini malah diekspor. Rekomendasi yang akan dikeluarkan Ditjen Migas berpotensi melanggar UU Migas dan Permendak ,” kata dia, Sabtu (29/10).
Izin Ekspor Kondensat
Juru bicara Kimia Yasa M Nasaruddin membenarkan bahwa pihaknya telah mengantongi izin untuk melakukan ekspor kondensat. Meski begitu, lanjut dia, Kimia Yasa siap menjual kondensat itu untuk pasar dalam negeri selama spesifikasi dan harganya cocok.
“Kalau ada konsumen yang membutuhkan kondensat, silakan menghubungi kami. Prinsip Kimia Yasa, lebih senang menjual di pasar domestik dari pada ekspor. Kalau spesifikasi dan harganya cocok, pasti kami layani,” kata dia di Surabaya, Kamis (3/11).
Nasaruddin menegaskan, Kimia Yasa mendapatkan izin ekspor kondensat sesuai prosedur yang berlaku. Perlu diketahui, untuk mendapatkan izin itu tidak mudah, prosesnya panjang karena itu butuh waktu berbulan-bulan.
“Ditjen Migas Kementerian ESDM sangat berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi ekspor. Sebagai pengusaha yang merasakan suka-dukanya mengurus perizinan, membaca kritikan dari oknum-oknum tertentu, rasanya prihatin juga. Rasanya jadi pejabat itu susah juga. Meski telah bekerja sesuai dengan prosedur, tapi masih juga dikritik,” jelasnya.
Tidak Ada Keluhan
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jawa Timur Said Sutomo menyampaikan, selama ini belum ada konsumen yang mengeluh kekurangan kondensat sebagai bahan baku untuk pabrik cat, thiner maupun perusahaan lainnya.
“Saya kok belum pernah dengar keluhan dari konsumen, kalau kondensat langka. Atau mungkin konsumen mengeluh karena kondensat mahal akibat ekspor,” kata Said Sutomo.
Menurut dia, paling tidak ada tiga indikator kalau pasokan kondensat itu kurang. Pertama, harga akan naik. Berikutnya barang langka dan sulit didapat. “Tapi, sekarang ini tak terjadi indikator itu,” jelasnya.
Dia menambahkan, kalau pun Yusri Usman berpendapat ekspor kondensat merugikan industri dalam negeri, hal itu tidak berdasar pada kondisi objektif di lapangan. Said justru khawatir, pendapat Yusri Usman justru bisa menguntungkan perusahaan tertentu yang ingin menguasai pasar alias monopoli.
“Karena itu, pejabat terkait yang telah memberikan izin ekpor tidak perlu risih dengan manuver-manuver yang tidak berdasar. Sepanjang tidak ada regulasi yang dilanggar dan tidak ada keluhan konsumen, pejabat tidak perlu hiraukan,” tegas Said.
Said juga mempertanyakan kapasitas Yusri Usman. “Kapasitasnya (Yusri) juga bukan sebagai konsumen. Juga bukan sebagai regulator. Lantas pendapat itu sebagai apa? Jangan-jangan ada udang di balik batu,” duga Said.
Said berkomentar, di berbagai media, juga tidak ada yang memberitakan kalau konsumen mengeluh akibat kekurangan pasokan kondensat. Apalagi, imbuh dia, PT GFI yang berada di Tuban, Jawa Timur juga tidak pernah ada konsumen yang mempermasalahkan. “Kalau konsumen merasa kekuarangan bahan baku, pastilah mengeluh. Tapi ini tidak pernah terdengar sama sekali,” jelasnya.
Reporter : HYN