Eksplorasi.id – Asosiasi Perusahaan Pengeboran Minyak (APMI) menilai, regulasi yang ada saat ini tidak mendukung implementasi peningkatan kapasitas nasional.
Padahal pihaknya selalu mengkampanyekan peningkatan kapasitas nasional di bidang minyak dan gas (migas). Saat ini, Indonesia dinilai memasuki era kevakuman hukum di bidang migas. Hal ini terjadi setelah Undang-Undang (UU) No 22 di-judicial review oleh Mahkaman Konstitusi (MK) pada tahun 2002.
“Kurangnya regulasi yang menunjang peningkatan kapasitas nasional,” kata Ketua Umum APMI, Wargoni Soenarko kepada Eksplorasi.id, Rabu (7/9).
Dirinya menambahkan, saat ini tidak ada kesetaraan dalam kontrak usaha jasa penunjang migas antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan perusahaan jasa penunjang migas. Apalagi sebanyak 219 perusahaan jasa penunjang migas saat ini merupakan anggota APMI.
“Kecenderungan keberpihakan KKKS terhadap salah satu kontraktor dalam pelaksanaan tender dengan metode penetapan spesifik yang menjurus kepada salah satu peserta tender,” jelas dia.
Di samping itu, kesimpangsiuran dalam kontrak pengeboran di offshore yaitu, antara yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dinilai membuat hilangnya minat investasi di pengeboran secara offshore.
Selain itu, pemberlakuan pembatasan umur alat yang terlalu pendek dalam syarat tender mengurangi minat investor. Ditambah lagi, durasi kontrak saat ini tidak lebih panjang sehingga secara keekonomian tidak mungkin mendatangkan investasi.
Reporter: Bobby Gunawan